RUANG PUBLIK

Orang Taat Beragama Tidak Suka Korupsi? Ini Kata Peneliti

Orang Taat Beragama Tidak Suka Korupsi? Ini Kata Peneliti

Orang taat beragama punya kecenderungan untuk korupsi yang rendah. Sebaliknya, orang tidak taat agama punya kecenderungan korupsi tinggi.

Hal itu dijelaskan Rodi Wahyudi dalam publikasi berjudul Hubungan Perilaku Korupsi dengan Ketaatan Beragama di Kota Pekanbaru (Jurnal Integritas, 2018).

Berdasarkan penelitiannya, ia menemukan bahwa tingkat ketaatan beragama berbanding terbalik dengan perilaku korupsi.


Mengukur Ketaatan Agama dan Hasrat Korupsi

Tahun 2016, Rodi Wahyudi melakukan penelitian psikometri (pengukuran psikologis) terhadap 250 pegawai layanan publik di Kota Pekanbaru, Riau.

Sebanyak 195 orang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), sementara 55 orang lainnya berstatus Pegawai Kontrak. Semuanya tercatat beragama Islam.

Orang-orang yang diteliti berasal dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM), Kantor Imigrasi Kelas I, Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT), dan seluruh Kantor Kecamatan di Kota Pekanbaru.

Rodi (2016) lantas mengukur ketaatan beragama mereka lewat survei dengan indikator-indikator terkait perintah Islam.

Contoh indikatornya adalah itensitas membaca Al-Qur’an, kedisiplinan menjalankan salat wajib, salat sunnah, kebiasaan puasa, sedekah, membaca doa, melangkah masuk toilet dengan kaki kiri, dan lain sebagainya.

Rodi (2016) juga menggali pandangan mereka soal perilaku korupsi, seperti sikap terhadap uang suap, gratifikasi, penegakkan aturan, serta keinginan untuk memperkaya diri.

Pengukuran perilaku korupsi ini dilakukan dengan kaidah psikometri, di mana sesuatu yang benar disampaikan seakan-akan salah. Dengan begitu, peluang responden untuk memanipulasi jawaban bisa diminimalisir.


Orang Taat Agama Mencari "Pahala", Menghindari "Dosa"

Hasilnya, seperti sudah disampaikan di atas, Rodi (2016) menemukan bahwa tingkat ketaatan beragama berbanding terbalik dengan kecenderungan korupsi.

Menurut Rodi (2016), orang yang taat beragama umumnya memandang pekerjaan mereka sebagai ibadah. Selain mengharap gaji, mereka cenderung mencari "pahala" dari pekerjaannya.

Orang yang taat beragama juga cenderung menghindari perilaku-perilaku “dosa”, seperti datang ke kantor tidak tepat waktu, mengambil barang kantor, ataupun menerima uang pelicin.

Di sisi lain, Rodi (2016) menemukan bahwa orang-orang yang tidak taat agama cenderung memisahkan antara pekerjaan dengan urusan “dosa”.

Dengan begitu, orang-orang yang tidak taat cenderung terbuka pada perilaku korupsi.


Korupsi di Kementerian Agama

Bila mengacu pada hasil riset Rodi (2016), kehadiran agama dalam rutinitas seseorang mestinya mampu mencegah perilaku korupsi. 

Tapi sayang, belakangan ini masyarakat Indonesia kerap melihat fakta berlawanan.

Pejabat-pejabat publik yang citranya amat lekat dengan agama toh kerap tertangkap sebagai pelaku korupsi.

Penangkapan Romahurmuziy pekan lalu, contohnya. Ketua Umum dari partai berlambang Ka’bah ini diciduk KPK atas dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama (15/3/2019).

Sebelumnya, di era pemerintahan SBY, Menteri Agama Suryadharma Ali menjadi tersangka korupsi dana haji senilai lebih dari Rp 1 triliun.

Di era pemerintahan Megawati, Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar juga menjadi tersangka korupsi Dana Abadi Umat.

Penyandang gelar profesor, doktor dan haji itu ditaksir telah merugikan negara hingga sekitar Rp 700 miliar lewat modus pengeluaran anggaran fiktif, pengeluaran ganda, serta utang yang tak dikembalikan.

Meski kekuasaan mereka ditopang simbol-simbol agama, kelakuannya tidak mencerminkan ketaatan pada agama. 

(Sumber: Hubungan Perilaku Korupsi dengan Ketaatan Beragama di Kota Pekanbaru, Jurnal Integritas Vol. 02, 2016)

  • korupsi
  • agama
  • kementerian agama
  • Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
  • suap kemenag
  • Menteri Agama Said Agil Al Munawar
  • Menteri Agama Suryadharma Ali
  • Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy
  • OTT Romahurmuziy

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!