RUANG PUBLIK

Bagaimana Jurus Negara Luar Menangkal Hoax?

"Kanada menangkal hoax dengan kurikulum pendidikan, supaya warganya melek informasi kredibel sejak usia dini. Bila masyarakat cerdas, hoax harusnya tak perlu dianggap "teror"."

Adi Ahdiat

Bagaimana Jurus Negara Luar Menangkal Hoax?
Warga mengikuti aksi tolak hoax di kawasan Bundaran HI, Jakarta (3/2/2019). (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A/wsj)

Kabar burung, berita bohong, informasi-informasi yang menyesatkan atau hoax sudah ada sejak zaman dulu kala.

Namun berkat teknologi internet, kini proses produksi dan persebarannya telah meningkat hingga mencapai kecepatan yang belum pernah terbayangkan.

Untuk menangkal dampak negatif internet, dalam satu dekade terakhir negara-negara di dunia membuat berbagai kebijakan untuk melindungi publik dari paparan hoax.

Setiap negara memiliki definisi dan pemaknaan tersendiri mengenai hoax. Karena itu, kebijakan yang diberlakukan tiap negara cukup bervariasi. Berikut sejumlah contoh yang dihimpun oleh Centre for European Policy Studies (CEPS).


Jerman: Sanksi untuk Perusahaan Media Sosial

Untuk mengatasi hoax, pemerintah Jerman membuat regulasi yang disebut Network Enforcement Act.

Network Enforcement Act mewajibkan perusahaan media sosial untuk menghapus konten-konten yang tergolong “ilegal” menurut pemerintah setempat.

Tindakan penghapusan ini harus dilakukan dalam batas waktu 24 jam setelah konten “ilegal” tersebut diunggah.

Jika pihak perusahaan gagal melakukan penyaringan dan penghapusan konten hoax, sehingga konten tersebut menyebar terus menerus, maka perusahaan tersebut dikenakan denda sebesar $53 juta atau sekitar Rp755 miliar.


Filipina: Sanksi untuk Pengunggah Konten

Di Filipina, persebaran hoax dianggap sebagai kesalahan individual.

Para penyebar informasi yang dianggap “bohong” atau “menyesatkan” diancam hukuman penjara 1 sampai 5 tahun, serta denda sebesar maksimal $97.580 atau sekitar Rp1,3 miliar.

Jika penyebaran hoax ini dilakukan oleh lembaga, maka hukumannya akan dilipatgandakan.


Malaysia: Situs Resmi Cek Fakta

Untuk menangkal persebaran hoax, pemerintah Malaysia membuat situs www.sebenarnya.my

Ini merupakan situs resmi pengecekan fakta, di mana masyarakat bisa mendapat verifikasi terkait konten-konten yang dicurigai sebagai hoax.

Malaysia juga sempat menerbitkan Akta Anti Berita Tidak Benar, yang dikenal sebagai regulasi anti hoax pertama di dunia.

Namun, hanya beberapa bulan setelah pemberlakuannya, regulasi tersebut dibatalkan karena dianggap membungkam kritik terhadap pemerintah dan mencegah warga mencermati urusan publik.


Kanada: Pendidikan Melek Informasi

Pemerintah Kanada membuat kurikulum pendidikan terkait penyaringan informasi.

Sejak usia dini, anak-anak diajarkan di sekolah untuk memilah mana informasi menyesatkan dan mana informasi yang kredibel.

Kebijakan semacam ini juga diterapkan oleh Italia dan Taiwan.


Indonesia: Penyebar Hoax Dianggap Teroris?

Dalam mengatasi hoax, pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah sanksi pidana untuk penyebar hoax.

Sanksi pidana ini termaktub dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rikwanto, penyebar hoax juga bisa diancam pidana ujaran kebencian yang diatur dalam KUHP.

Seakan belum cukup, belakangan Menko Bidang Polhukam, Wiranto, bahkan melempar wacana agar penyebar hoax dijerat dengan UU Terorisme.

"Terorisme ada fisik dan non-fisik. Terorisme kan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Kalau masyarakat diancam dengan hoax untuk takut datang ke TPS, itu sudah ancaman, itu sudah terorisme. Maka tentu kita Undang-Undang Terorisme," kata Wiranto di Jakarta, Rabu lalu (20/3/2019). 

(Sumber: The legal framework to address “fake news”: possible policy actions at the EU level, CEPS, 2018; http://www.europarl.europa.eu)

 

  • hoax
  • hoaks

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!