BERITA

Kembalikan Uang Kasus Korupsi Dihentikan, Mabes Polri: Pendapat Pribadi Kabareskrim

Kembalikan Uang Kasus Korupsi Dihentikan, Mabes Polri: Pendapat Pribadi Kabareskrim

KBR, Jakarta- Kepolisian Indonesia mengklaim pernyataan Kepala Bareskrim Ari Dono soal penghentian kasus korupsi bagi koruptor yang mengembalikan uang, adalah pernyataan pribadi. Juru Bicara Mabes Polri Setyo Wasisto mengatakan, pernyataan Ari Dono tidak mewakili kelembagaan karena belum ada kajian mengenai hal tersebut di kepolisian.

"Jadi itu adalah pernyataan pribadi yang perlu dikaji lebih dalam. Karena OTT, besok OTT lagi, apa tidak perlu misalnya sanksi sosial? Menurut beliau, ya ini perlu dikaji lagi. Ini masih dalam wacana, dirkursus untuk kita semuanya mungkin dihukum saja tidak cukup, mungkin sanksi sosial yang lebih membuat jera," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (2/3).


Dia melanjutkan, berdasarkan klarifikasi Ari Dono, ketika seseorang melakukan korupsi tapi dalam penyelidikan sudah dikembalikan, maka tidak perlu ditindaklanjuti. Alasannya, hal tersebut bisa membuat anggaran kepolisian lebih efisien.


"Sehingga tidak perlu biaya penyidikan, penuntutan, yang indeksnya per kasus korupsi sekitar 208 juta. Misalnya korupsi 100 juta, kan malah negara rugi," kata dia.


Namun Setyo melanjutkan, yang berhak menentukan kerugian negara adalah BPK. Maka ide Ari Dono memerlukan kajian khusus di kepolisian.


Setyo mengatakan, Ari Dono mengusulkan koruptor yang mengembalikan uang korupsi di bawah Rp 100 juta, mendapatkan sanki sosial atau etik. Dengan begitu, Polri tidak perlu memrosesnya sehingga mengeluarkan biaya besar.


"Lebih baik mereka, mungkin diturunkan pangkat, apa disanksi. Kalau di luar negeri kan ada kerja sosial, misalnya dia harus membersihkan jalan, atau membersihkan toilet umum, atau membersihkan sampah-sampah di perkampungan gitu," kata dia.


Pernyataan kontroversial Kabareskrim Ari Dono muncul setelah lembaganya membuat nota kesepahaman dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung. Ari mempertimbangkan menghentikan kasus yang tengah dalam penyelidikan bila uang dikembalikan.

Menanggapi itu,  Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyatakan korupsi oleh pejabat daerah yang telah masuk tindak pidana tidak bisa dihentikan meski pelaku mengembalikan uang. Namun, apabila indikasi korupsi berhasil ditangani oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan uang kemudian dikembalikan, maka perkara bisa saja dihentikan.
 

Basaria meyakini pernyataan Ari Dono itu dalam konteks upaya pencegahan korupsi oleh pengawas intern pemerintah.

"Jadi kalau sebenarnya kalau pengawas ini bekerja dengan ini (baik) ya, sebelum ke arah pidana, ditemukan kejahatan, wah ini ada uangnya, sebelum diproses, segera dikembalikan. Itu sih bisa-bisa aja. Memang APIP itu lebih penekanannya ke administratif. Jadi sebelum terjadi (tindak pidana). Tapi kalau sudah ditangani KPK, apakah mungkin? Ya tidak mungkin lagi dong. Boleh dikembalikan uangnya, tapi bukan menghilangkan tindak pidana," kata Basaria di KPK, Kamis (1/3/2018).


Basaria mendorong aparat pengawas intern pemerintah diperkuat kelembagaannya agar lebih efektif melakukan pencegahan korupsi. Ia mengusulkan agar para pengawas tersebut berada sejajar dengan pejabat yang diawasi.


"Kalau APIP itu benar-benar bekerja dan tegas, tidak perlu ada tindak pidana korupsi. Itulah sebabnya, dari kajian kita, supaya para APIP ini dinaikkan. Mereka itu ditunjuk setingkat di atasnya. Jadi kalau gubernur (provinsi) ditunjuk oleh menteri, kemudian kabupaten kota ditunjuk oleh gubernur," ujar Basaria.


Editor: Rony Sitanggang

 

  • Basaria Panjaitan
  • ari dono
  • korupsi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!