KBR, Jakarta- Masyarakat Adat Suku Amungme (Lemasa), Timika, Papua menuntut pertemuan pemerintah dan PT Freeport Indonesia dengan pihaknya dilakukan di Timika. Ketua Lemasa, Odizeus Beanal mengatakan, pihaknya selama ini tidak dilibatkan dalam perundingan antara Freeport Indonesia dan pemerintah. Padahal, lahan perusahaan tambang tersebut berada di wilayah mereka.
Odizeus menambahkan nantinya akan membeberkan sejumlah dampak negatif dari mandeknya produksi Freeport Indonesia saat ini.
"Jadi kalau perusahaan ini ditutup, siapa yang akan bertanggungjawab dengan kerusakan lingkungan, kerusakan pasca tambang. Ini tidak pernah dibicarakan. Inilah kesempatan kita untuk membicarakan ini. Ini pantas untuk didiskusikan, dirundingkan," katanya kepada KBR di Kantor Imparsial Jakarta, Minggu (5/3/2017)
Odi menjelaskan, ribuan karyawan banyak yang dirumahkan akibat perseteruan pemerintah dengan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. Dana CSR untuk pendidikan, kesehatan yang diberikan PT FI, saat ini dipangkas menjadi hanya 40 persen saja.
Karena itu, ia meminta pemerintah membuka kembali eksport Freeport, sambil renegosiasi berjalan. Odi mempertanyakan niat pemerintah yang membuat Peraturan Pemerintah PP Nomor 1 Tahun 2017 tentang kegiatan usaha tambang minerba.
"Peraturan ini telah membawa dampak negatif bagi masyarakat, ada PHK, ada pengurangan dana bagi LPMAK, lembaga lain. Keputusan ini meresahkan masyarakat telah mulai ada aksi karyawan, kami khwatir anak anak akan dipulangkan karena dana berkurang," ujarnya.
Editor: Sasmito