BERITA

OJK Siapkan Dua Aturan untuk Pertukaran Data Nasabah

""Aturan bagi lembaga jasa keuangan agar dapat menyampaikan data nasabah untuk dipertukarkan informasinya dalam rangka pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra,""

Dian Kurniati

OJK Siapkan Dua Aturan untuk Pertukaran Data Nasabah
Ketua OJK Muliaman Hadad.


KBR, Jakarta- Otoritas Jasa Keuangan (OJK)   tengah mempersiapkan dua aturan baru untuk pelaksanaan program pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) terkait perpajakan. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan, aturan baru itu meliputi pertukaran data nasabah antaryurisdiksi mitra, termasuk otoritas jasa keuangan di negara lain, serta aturan soal dari segi perbankannya.

Kata Muliaman, aturan itu akan terbit dalam semester pertama tahun ini.

"Lembaga jasa keuangan berupaya mendukung impelementasi Automatic Exchange of Information sesuai dengan koridor perundang-undangan yang ada saat ini. Salah satu wujud dari dukungan tersebut adalah menyiapkan aturan bagi lembaga jasa keuangan agar dapat menyampaikan data nasabah untuk dipertukarkan informasinya dalam rangka pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra," kata Muliaman di Hotel JS Luwansa, Jumat (03/03/17).


Muliaman mengatakan, aturan baru itu akan melengkapi ketentuan yang sebelumnya sudah ada. Aturan yang dimaksud Muliaman adalah Peraturan OJK (POJK) nomor 25 tahun 2015 terkait pertukaran data nasabah asing dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 125 tahun 2015 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi.


Muliaman berujar, selain OJK, dia juga tengah menyiapkan Surat Edaran (SE) untuk perbankan. Kata dia, penerbitan surat edaran itu dalam rangka memenuhi ketentuan common reporting standard (CRS) yang berisi kebijakan atas uji tuntas untuk lembaga jasa keuangan dalam mengumpulkan dan melaporkan informasi pendukung AEOI. Surat edaran itu akan berisi mekanisme perbankan untuk membuka data nasabah asing untuk keperluan perpajakan.


Kata Muliaman, ketentuan dari OJK itu berbarengan dengan penyusunan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait kerahasiaan data nasabah oleh pemerintah. Perppu itulah yang akan memuat pasal-pasal menggantikan beberapa pasal yang terkait dengan kerahasiaan bank dalan empat Undang-undang. Pasal-pasal itu berasal dari UU Perbankan, Perbankan Syariah, Pasar Modal, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).


Aplikasi


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai menyempurnakan aplikasi pertukaran data nasabah asing untuk program pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI). Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan, saat ini lembaganya sudah memiliki aplikasi Sistem Penyampaian Informasi Nasabah Asing (Sipina) untuk program pertukaran informasi perbankan atau Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) dengan Pemerintah Amerika Serikat.

Kata Muliaman, Sipina itulah yang menjadi media bagi perbankan mengirim data nasabah ke OJK, yang kemudian dikirim ke Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak).

"OJK juga sudah membangun sistem pelaporan yang diberi nama sistem penyampaian nasabah asing. Platform Sipina ini juga kami kembangkan untuk mendukung konteks yang lebih luas, yakni Automatic Exchange of Information. Automatic Exchange of Information kemudian kita bicara tidak hanya dengan Amerika, tetapi juga 100 negara yang kini sudah menandatanganinya," kata Muliaman di Hotel JS Luwansa, Jumat (03/03/17).


Muliaman mengatakan, Sipina memang sudah dikembangkan sejak 2015 untuk memfasilitasi FATCA. Namun, kini aplikasi itu harus disempurnakan, karena pada AEOI itu yuridiksi mitra mencapai ratusan negara.


Muliaman berujar, penyempurnaan aplikasi itu akan menjadi media pelaporan data nasabah asing sesuai tenggat waktu yang disepakati oleh 101 negara yang tergabung dalam organisasi untuk kerja sama ekonomi dan pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD). Dia juga menyatakan penyempurnaan aplikasi itu akan lebih memudahkan perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya, karena saat ini mereka sudah akrab dengan Sipina.


Adapun Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas Anika Faisal mengatakan, perbankan memang sudah lebih siap jika pemerintah menggunakan Sipina sebagai aplikasi untuk AEOI. Pasalnya, kata Anika, perbankan sudah biasa menggunakannya sejak 2015 lalu, meski saat ini hanya dengan Amerika Serikat. 

Daftar Hitam

Direktor Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak John Hutagaol menyatakan Indonesia bisa masuk dalam daftar hitam negara yang tak akan mendapat akses pertukaran data nasabah, apabila tak segera melengkapi berbagai ketentuan untuk menunjang program keterbukaan informasi keuangan otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI). John mengatakan, Undang-undang dan semua aturan pelaksana itu harus terbit paling lambat 30 Juni 2017.

Kata dia, saat ini pemerintah berusaha mengebut kelengkapan persyaratan AEOI, termasuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, karena dengan durasi yang pendek itu tak mungkin langsung merevisi empat undang-undang.

"Kalau kita tidak bisa memenuhi persyaratan sampai 30 Juni 2016, maka kita akan dikategori ke dalam negara yang fail to meet the commitment. Kalau fail to meet the commitment, tentu akan ada implikasinya, apalagi kita sebagai negara G20 kan sudah komitmen, tapi kok tidak bisa melaksanakan. Dengan Perppu nantinya, akan membuat kita semakin strong dari sisi legislasi," kata John di Hotel JS Luwansa, Jumat (03/03/17).


John mengatakan, sebelumnya pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk tergabung dalam negara AEOI. Sehingga, apabila gagal memenuhi persyaratannya, Indonesia akan dinilai sebagai negara yang gagal memenuhi komitmennya sendiri. Selain itu, Indonesia juga akan dilaporkan kepada G20 sebagai negara non-cooperative juridictions, saat pertemuan G20 Leaders Summit di Jerman.


John berujar, ada beberapa undang-undang yang harus dirampungkan untuk mengakomodir program pertukaran informasi perbankan. UU itu meliputi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, dan UU Pasar Modal. Selain UU sebagai payung hukum primer, pemerintah juga harus menyiapkan seperangkat aturan pendukung atau sekunder untuk mengatur hal teknisnya, baik berupa Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.


John berkata, akan ada sanksi berat apabila Indonesia tak tergabung dalam AEOI. Kata dia, hal utamanya adalah Indonesia kehilangan akses mendapatkan data kekayaan warga negaranya yang tersimpan di luar negeri, karena tak ada negara yang percaya dengan negara ini. Selain itu, Indonesia juga akan kehilangan kesempatan memperoleh deklarasi aset di luar negeri oleh wajib pajaknya, serta dianggap tak kredibel sebagai sebuah negara. 

Editor: Rony Sitanggang

  • Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad
  • Wakil Sekretaris Jenderal Perbanas Anika Faisal
  • Direktor Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak John Hutagaol

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!