Bagikan:

BPK Tak Persoalkan Pengusutan Kasus e-KTP Gunakan Hasil Audit BPKP

Padahal, Mahkamah Agung telah menerbitkan surat edaran yang menyatakan instansi yang memiliki kewenangan menyatakan ada tidaknya kerugian negara adalah BPK.

BERITA | NASIONAL

Jumat, 10 Mar 2017 14:45 WIB

Author

Dian Kurniati

BPK Tak Persoalkan Pengusutan Kasus e-KTP Gunakan Hasil Audit BPKP

Seorang peserta aksi memajang kaus bertuliskan dukungan terhadap KPK dalam pengusutan kasus korupsi di proyek e-KP. Aksi dukungan digelar di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/3/2017).


KBR, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak mempermasalahkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggunakan data kerugian negara dalam kasus korupsi proyek e-KTP dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Padahal, Mahkamah Agung telah menerbitkan surat edaran yang menyatakan instansi yang memiliki kewenangan menyatakan ada tidaknya kerugian negara adalah BPK.

Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan lembaganya menghormati proses persidangan yang tengah berlangsung, termasuk fakta-fakta yang disebutkan Jaksa Penuntut Umum KPK dalam dakwaan.

"Karena surat MA itu kan baru November 2016. Kalau dia hasil perhitungan kita, nggak masalah. Kalau dia hasil perhitungan yang lain itu, kita sedang mencari modelnya, dan mungkin akan mengundang juga beberapa lembaga yang menghitung kerugian negara. (Jadi belum pasti nilainya?) Itu terserah pengadilan. Dalam kasus tertentu, bisa dipakai karena pemutus terakhir di pengadilan," kata Harry di kantornya, Jumat (10/3/2017).

Baca juga:


Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada Kamis (9/3/2017) menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik. Dalam sidang itu, jaksa KPK menyebut ada kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun. Nilai itu merupakan hasil audit BPKP. Sementara, audit BPK dalam kasus tersebut mencapai Rp2,5 triliun.

Jaksa KPK menyebut ada lebih dari 60 orang yang diduga menerima aliran dana korupsi proyek e-KTP, termasuk seorang auditor BPK bernama Wulung.

Pada November 2016 lalu, Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran nomor 4 tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan. Dalam

surat edaran itu, disebutkan bahwa instansi yang memiliki kewenangan untuk menyatakan ada tidaknya kerugian negara berada pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai pemegang kewenangan konstitusional. Adapun BPKP hanya berwenang mengaudit dan memeriksa pengelolaan keuangan negara.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

BERITA LAINNYA - NASIONAL

Bedah Prospek Emiten Energi dan EBT

Google Podcasts Ditutup Tahun Depan

Kabar Baru Jam 7

30 Provinsi Kekurangan Dokter Spesialis

Kabar Baru Jam 8

Most Popular / Trending