BERITA

Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu, Setara: Presiden Harus Bentuk Komisi Khusus

"Setara: komisi ini bersifat mengikat"

Foto: aksikamisan.net
Foto: aksikamisan.net

KBR, Jakarta- LSM Setara Institute mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk komisi yang mengusut kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia pada masa lalu. Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan keputusan dari komisi tersebut nantinya bersifat mengikat.

"Kami mendesak dibentuk komisi kepresidenan, yang namanya komisi pengungkapan kebenaran dan pemulihan korban. Komisi ini memang ad hoc dan status hukumnya adalah Keppres (Keputusan Presiden)," kata Bonar di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Selasa (29/03/2016). 

"Putusannya bukan hanya rekomendasi tapi mengikat, itu pertama. Kedua kasus-kasus yang masuk dalam komisi ini diprioritaskan adalah 50 tahun pasca Indonesia merdeka," ujarnya lagi.

Dia menambahkan, kasus dari tahun 1995 hingga sekarang diprioritaskan melalui jalur hukum atau yudisial.

Pemimpin Setara Institute dan keluarga korban pelanggaran HAM telah bertemu dengan Ketua Wantimpres Sri Adiningsih. Pertemuan untuk mengusut kasus pelanggaran HAM di masa lalu tersebut berlangsung tertutup.

Komnas HAM Jangan Jadi Sekretariat Komisi

Sementara itu, orang tua salah satu korban tragedi Semanggi I, Maria Katarina Sumarsih, keberatan apabila Komnas HAM menjadi sekretariat dari komisi tersebut. Kata dia, keluarga korban kecewa dengan lembaga itu dalam penanganan beberapa kasus pelanggaran HAM pada masa lalu.  

"Alasannya, selama tidak didemo, selama tidak didesak, Komnas HAM itu adalah lembaga impunitas. Berapa kali kami keluarga korban datang ke Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan kasus Semangi I dan II?" tutup Sumarsih.

Editor: Dimas Rizky

  • Pelanggaran HAM Masa Lalu
  • Setara Institute

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!