BERITA
Soal Reklamasi Teluk Jakarta, Susi Ingatkan Ahok Undang-Undang Pesisir
"Pemrov harusnya juga menggunakan Undang-Undang Pesisir sebagai dasar pelaksanaan reklamasi."
Ria Apriyani, Rio Tuasikal
KBR, Jakarta- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum
menyiapkan rekomendasi penyelesaian konflik reklamasi Teluk Jakarta. Menteri
KKP Susi Pudjiastuti beralasan hingga kini belum ada pembicaraan dengan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Meski begitu Susi menekankan Pemrov menggunakan Undang-Undang Pesisir sebagai dasar pelaksanaan reklamasi.
"Untuk reklamasi, di situ kan ada UU Pesisir. Seharusnya kan itu juga jadi acuan. Pak Ahok bilang masalah Permen dan Keppres lebih kuat Keppres ya, mungkin betul. Tetapi kan ada Undang-Undang juga," kata Susi sebelum rapat denga Komisi Maritim DPR RI, Kamis (03/02/2016).
Dalam pasal 35 ayat 2 UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir, reklamasi harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kelangsungan hidup dan penghidupan masyarakat. Ini yang menurut Susi belum diperhatikan oleh Pemprov Jakarta.
Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta hanya berpegang pada Kepres No.52 Tahun 1995 tentang reklamasi kawasan Pantura, serta Perpres No.54 tahun 2008 soal penataan ruang kawasan Jabodetabek. Berdasarkan dua peraturan itu, wewenang reklamasi memang diserahkan pada Pemprov DKI Jakarta.
Saat ditanya soal rencana untuk bertemu dengan Pemprov Jakarta, Susi hanya mengangkat bahu dan pergi. Dia tidak memberikan keterangan apapun soal kelanjutan penyelesaian konflik ini.
Reklamasi ini mendapat penolakan keras dari banyak pihak. Satu di antaranya adalah Koalisi Nelayan Tradisional Muara Angke. Mereka merasa proyek reklamasi yang dijalankan sejak zaman pemerintahan Fauzi Bowo ini sudah merugikan. Mereka mengaku reklamasi mengurangi penghasilan mereka karena perairan jadi tercemar.
Ada sembilan pengembang yang sudah mengantongi izin reklamasi. Data dari Bappeda DKI Jakarta menyebutkan sembilan pengembang itu adalah PT Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu), PT Taman Harapan Indah, PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro), dan PT Jakarta Propertindo.
Nelayan Terus Menggugat
Sementara itu, sidang gugatan reklamasi Teluk Jakarta di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta hari ini, Kamis ( 3/3/2016) menghadirkan 2 saksi ahli. Muhamad Taher dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengatakan dua saksi itu adalah ahli oceanografi dan pejabat Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Alan Koropitan, oceanografer Institut Pertanian Bogor, menjelaskan dampak reklamasi terhadap lingkungan. Sementara Subandono, Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menjelaskan prosedur izin reklamasi yang dilanggar.
"Menghadirkan ahli ini agar semua terang benderang terkait
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Pemprov DKI. Bahwa banyak hal yang
ditabrak terkait undang-undang," ungkap Muhamad Taher dari
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) kepada KBR, Kamis (3/3/2016).
Taher bersikukuh izin reklamasi Teluk Jakarta seharusnya dikeluarkan oleh
pemerintah pusat yakni Kementerian Kelautan Perikanan. Sebab, kawasan ini termasuk
wilayah strategis nasional. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri KKP tentang
izin reklamasi.
Editor: Malika
- reklamasi utara jakarta
- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
- M.taher
- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia KNTI
- Ahok
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!