BERITA

Pemerintah Diminta Jangan Perlakukan Kejaksaan Seperti BUMN

"Akademisi Hukum Universitas Indonesia, Narendra Jatna mengatakan, sistem tersebut mengakibatkan nilai kejaksaan selalu buruk dalam penyerapan anggaran."

Ade Irmansyah

Pemerintah Diminta Jangan Perlakukan Kejaksaan Seperti BUMN
Gedung Kejaksaan Agung. Foto : Kejatisulut.go.id

KBR, Jakarta - Pemerintah diminta tidak memperlakukan kejaksaan seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sistem penganggarannya berlandaskan keuntungan. Akademisi Hukum Universitas Indonesia, Narendra Jatna mengatakan, sistem tersebut mengakibatkan nilai kejaksaan selalu buruk dalam penyerapan anggaran. Akibatnya, kata dia, anggaran penanganan perkara pidana umum di kejaksaan terus dipangkas.

"Saya menemukan bahwa penganggaran dan auditing, ini soal proses yah untuk penegakan hukum, kejaksaan khususnya tampaknya dinilai sebagaimana BUMN dan BUMD. Jadi input dengan output mesti balance. Jadi saya ilustrasikan kalau saya punya tepung 10 kg mesti jadi kue 10 buah, kalau jadinya 8 buah maka itu salah," Ujarnya kepada wartawan di Kantor YLBHI, Jakarta.


Narendra menambahkan pemotongan anggaran tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja kejaksaan dalam penyelesaian kasus. Kejaksaan juga akan memilih-milih kasus yang mudah diselesaiakan agar penilaian mereka bagus.


"Padahal kita tahu kalau sidang kan bisa masuk 10 kasus, kalau dua meninggal dunia dilihat dari mata anggaran itu salah karena sudah dimasukan 10 kenapa yang dikerjakan hanya 8, yang dua lagi kemana, itu pasti kita kembalikan siar namanya, tetapi kalau terjadi siar itu namanya gagal penyerapan, kalau gagal penyerapan maka tahun depan dipotong. Ini kan penegakan hukum, ini soal keadilan bukan soal untung rugi," Ujarnya.


Dia juga mempermasalahkan status kepegawaian kejaksaan yang disamakan dengan pegawai negeri sipil lainnya yang menjadi objek dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Seharusnya kata dia, status jaksa berbeda dengan PNS lainnya sehingga dapat bergerak leluasa dalam penyelesaian perkara.


"Polisi itu status petugasnya beda, hakim juga, dia itu pejabat negara, apalagi KPK, sehingga mereka tidak terbatasi oleh UU ASN," ujarnya


Lebih lanjut, ia menegaskan UU ASN juga menyebabkan dua per tiga jaksa tidak bisa bekerja sebagai penuntut umum. Pasalnya undang-undang ini tidak menghendaki seorang PNS merangkap jabatan. Padahal kata dia, penyidik di Kejaksaan seharusnya juga bisa menjadi penuntut umum dalam persidangan.


"Undang-undang ASN itu hanya berfikir kalau jaksa itu yang melakukan penuntutan umum didalam sidang, jika memang begitu adanya, maka hanya sepertiga jaksa yang bisa melakukan itu diseluruh Indonesia," ujarnya.



Editor : Sasmito Madrim 

  • kejaksaan agung
  • Pakar Hukum
  • UU ASN
  • Jaksa Penuntut Umum

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!