KBR, Jakarta - Pemerintah diminta berhati-hati menghadapi persoalan illegal fishing yang terjadi di Perairan Natuna beberapa waktu lalu. Pasalnya menurut Sekjen Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia Connie Rahakundi Bakrie, kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menindak KM Kway Fey 10078 itu tidak diakui di dunia maritim internasional.
"Masalah Natuna saya hanya peringatkan Bapak Presiden dan Bapak Presiden mencatatnya. Seringkali kita terbawa emosi. Natuna ini mau tiba-tiba kita bawa ke kasus internasional. Ini harus diingatkan jenis kapal di dunia itu hanya 2, yaitu war ship atau angkatan laut dan juga goverment ship which is coast guard. Coast guard kita sendiri masih mencari bentuk, ada perdebatan Bakamla kah," ujarnya kepada wartawan di Istana Merdeka.
Ia menambahkan, pemerintah juga harus segera melakukan pembenahan peran dan wewenang kementerian dan badan yang beroperasi di laut. Hal ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
"Sehingga dari perspektif cina, kita harus melihatnya secara flat. Dia cek ke internasional tidak ada kapal ini, secara goverment atau bukan. Harus ada pembenahan-pembenahan. Siapa bermain di wilayah mana lautan kita sehingga tidak terjadi overlapping. Dan saya kira Pak Presiden paham itu dan mencatatnya," katanya.
Selain itu kata dia, posisi Indonesia juga akan lemah saat berhadapan di dunia internasional soal pembuktian masalah tersebut.
"kelemahan kita saat dibawa ke internasional itu di pembuktian. Kita sarat dokumen dan apalagi kapalnya sedang di Cina. Kalau menlu ajukan, kapal ditarik kembali dan negosiasi dengan 8 tawanan mungkin itu fair. Tapi sampai hari ini saya belum dengar kapal kita minta kembali," pungkasnya.
Sebelumnya, Indonesia memprotes keras Cina yang telah melindungi kapal KM Kway Fey yang diduga melakukan tindak pidana pencurian ikan di wilayah perairan Natuna, Indonesia. Menanggapi hal itu, Wakil Duta Besar Cina di Indonesia, Sun Weide mengatakan, insiden tersebut terjadi bukan di teritorial Indonesia tetapi di "Traditional Fishing Ground" atau wilayah perikanan tradisional China. Ia juga meminta agar Susi melepaskan 8 nelayan yang telah ditangkapnya.
Klaim sepihak Cina kemudian dibantah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Menurutnya "Traditional Fishing Ground", adalah klaim sepihak Tiongkok karena area yang dimaksud tak pernah diakui di tingkat internasional. Kata Susi, Indonesia sejauh ini hanya memiliki "Traditional Fishing Right" dengan Malaysia. Itupun karena adanya perjanjian yang telah disepakai kedua belah pihak pada area tertentu.
Editor : Sasmito Madrim