HEADLINE

FKUB Papua: Protes Gereja terhadap Masjid Wamena Bisa Picu Reaksi Kelompok Radikal

FKUB Papua: Protes Gereja terhadap Masjid Wamena Bisa Picu Reaksi Kelompok Radikal

KBR, Jakarta - Forum Kerukunan Umat Beragama atau FKUB Provinsi Papua berencana mengundang para tokoh agama dan organisasi keagamaan di Jayawijaya atau Wamena untuk menyelesaikan masalah protes pembangunan Masjid Agung Baiturrahman Wamena.

Ketua FKUB Provinsi Papua Pendeta Lipiyus Biniluk belum bisa mempertemukan para tokoh agama Wamena dalam waktu dekat, karena sedang berada di Jakarta.


"Saya akan kembali empat hari ke depan. Saya akan panggil mereka semua, semua tokoh agama di Papua, juga pengurus PGGJ, untuk bicarakan bersama. Cari solusi terbaik. Jangan sampai hal-hal itu berdampak negatif, atau respon negatif dari kelompok tertentu di Indonesia," kata Lipiyus Biniluk kepada KBR, Selasa (1/3/2016).


Menurut rencana, pertemuan akan digelar di Jayapura, pada pekan depan.


Lipiyus yang juga Pengurus Wilayah Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia (PGLII) itu khawatir apa yang terjadi di Wamena memancing reaksi dari kelompok garis keras atau radikal dari daerah lain.


"Itu selalu terjadi, ada kelompok garis keras dan lain-lain selalu menanggapi negatif seperti itu. Itu harus segera diminimalisir. Jangan sampai memaksakan sesuatu akhirnya berdampak tidak baik," katanya.


Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua Lipiyus Biniluk menambahkan ia juga akan mengkaji surat protes yang dikeluarkan oleh Persekutuan Gereja-gereja Jayawijaya PGGJ.


"Saya sendiri belum tahu latar belakangnya sehingga keluar surat protes itu. Saya baru telepon ke teman di Jayapura, itu katanya berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Selain itu, beberapa poin dibuat katanya disesuaikan dengan situasi di lingkungan Jayawijaya," kata Lipiyus.


Sebelumnya PGGJ memprotes pembangunan Masjid Raya Baiturrahman di Wamena. Dalam surat PGGJ terdapat sembilan poin, yang berisi sejumlah larangan. Diantaranya melarang penggunaan alat pengeras suara di masjid serta melarang penggunaan jilbab atau jubah bagi umat Islam di Wamena.


"Kami para tokoh agama akan merevisi surat yang mereka keluarkan. Kami akan lihat, poin yang mereka keluaran. Poin mana yang sesuai kebutuhan Kabupaten Jayawijaya, ya ok. Lalu poin mana yang tidak penting tapi mereka paksakan, sehingga harus dibuang," lanjut Pendeta Lipiyus terkait sembilan poin dari surat PGGJ.


Lipiyus menegaskan, FKUB di Papua sudah sering bertemu untuk menjaga iklim kehidupan beragama tetap sejuk. Bahkan ia mengklaim di Papua tidak pernah terjadi konflik agama.


"Kalau kasus Tolikara itu bukan konflik agama. Itu miskomunikasi, dan ada kelompok tertentu yang ingin mengacaukan," katanya.


"Jika di daerah lain ada gereja ditutup disegel, di Papua tidak ada. Masjid mushola berdiri dimana-mana. Tidak pernah ada yang seperti itu," katanya.  

Editor: Citra Dyah Prastuti 

  • Papua
  • Wamena
  • Agama
  • Jayawijaya
  • FKUB
  • kerukunan umat beragama
  • toleransi
  • petatoleransi_23Papua_merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!