KBR, Jakarta - Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran
Jiwa Indonesia (PDSKJI) akan segera menyikapi surat protes dari Asosiasi
Psikiater Amerika Serikat (American Psychiatric Association/APA). APA baru-baru ini mempertanyakan sikap PDSKJI tentang
Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) yang dimasukkan dalam
kategori masalah kejiwaan.
Menanggapi protes itu, Ketua Umum
PDSKJI Danardi Sosrosumihardjo berdalih ada perbedaan pegangan atau
acuan dalam menyikapi LGBT, antara psikiater Indonesia dengan psikiater
Amerika Serikat.
Di Amerika, organisasi APA berpegang pada
standar DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang
sudah tidak lagi mengutak-atik masalah gangguan psikologi atau perilaku
pada LGBT.
"Di dunia ini ada dua pedoman. Mereka (Amerika)
menggunakan DSM-5, sedangkan kami di Indonesia masih mengikuti ICD-10
yang dikeluarkan WHO. Nampaknya itu yang jadi masalah," kata Danardi
Sosrosumihardjo kepada KBR, Kamis (17/3/2016).
ICD-10 adalah
revisi ke-10 dari klasifikasi medis yang dikeluarkan Badan Kesehatan
Dunia WHO tentang penyakit dan masalah berkaitan dengan kesehatan
(International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems/ICD).
"Dalam ICD itu intinya begini. Yang menyangkut
Lesbian, Gay, Biseksual (LGB) itu jangan dilihat dari orientasi
seksualnya. Yang dilihat adalah, apabila dalam komunitas ini muncul
gejala psikologis atau gejala perilaku. Gejala psikologis atau perilaku
ini penyebabnya kompleks. Bisa karena biologi, psikologi, bisa karena
sosial kultural," kata Danardi.
Menurut Danardi, dalam ICD-10
masih tertulis bahwa jika pada komunitas LGB ada gangguan psikologi atau
gangguan perilaku, maka itu masih menjadi fokus terapi. Sementara, di
dalam standar DSM yang dijadikan acuan Amerika itu tidak disebut-sebut
lagi.
"Jadi, Dalam ICD-10 itu gampangnya begini. Kalau seseorang
sudah mantap atau mempertahankan homoseksualnya, itu di bidang psikiatri
tidak diutik-utik lagi. Tetapi yang ingin dibantu adalah, apabila ia
merasa didiskriminasi, dibully, merasa kurang cocok dengan komunitasnya,
ditentang orang tuanya. Ini yang dibantu," lanjut Danardi.
Sedangkan mengenai T dalam LGBT yaitu Transgender, itu dalam psikiatri masuk kategori gangguan.
Mana
yang lebih baru antara standar DSM yang dipakai Amerika, dengan ICD-10
yang dijadikan acuan para ahli psikiatri Indonesia?
"Tentu terbitan DSM
ini yang terbaru. Kalau ICD-10 itu terakhir kali direvisi tahun 1992.
Sebetulnya ada rencana ICD-10 direvisi menjadi ICD-11, namun entah
mengapa kok tidak jadi-jadi," lanjut Danardi.
Danardi mengatakan,
psikiater Indonesia juga mengacu pada Undang-undang Kesehatan Jiwa yang
disahkan pada 2015 lalu yang memasukkan kesehatan jiwa dalam dua
kategori, yaitu kategori Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan Orang
Dengan Masalah Kesehatan Jiwa (ODMK).
PDSKJI memasukkan LGBT
dalam kategori ODMK berdasarkan terminologi di Undang-undang tersebut.
Namun menurut Danardi, itu bukan diagnosa.
"Kelompok ODMK itu
komunitas yang sehat, komunitas yang normal, tapi punya resiko jatuh ke
gangguan jiwa. Sehingga, dengan Undang-undang ini, pengelompokan ODMK
sebenarnya ingin memberi perhatian lebih, ingin mencegah agar ODMK tidak
sampai jatuh ke ODGJ. Tapi yang sering terjadi, malah stigma. Orang
dikelompokkan ke ODMK itu dianggapnya gangguan jiwa juga," kata Danardi.
"Kita
pengen memberi penjelasan, ODMK itu bukan gangguan (kejiwaan). ODMK
juga banyak dialami oleh kelompok urbanisasi, warga yang tinggal di
daerah bencana alam, bajir, daerah teroris. Masyarakat di situ high risk
(beresiko tinggi mengalami masalah kejiwaan)," katanya.
Danardi
menegaskan sesuai prinsip profesi, psikiater tidak akan berbicara
berdasarkan agama, melainkan berdasarkan kajian ilmiah.
"Memang,
ada sementara psikiater yang berpendapat secara pribadi, bahwa yang
dimaksudkan menyembuhkan LGB adalah dikembalikan ke heteroseksual.
Tetapi, sikap profesi resmi kami jelas, tidak memaksakan untuk ke
heteroseksual, melainkan dikembalikan (pilihan) ke individunya," urai
Danardi.
Danardi menjelaskan ia akan menggelar pertemuan bersama
pengurus lama PDSKJI untuk menyikapi surat dari Asosiasi Psikiater
Amerika (APA) tersebut. Mengingat, surat APA ditujukan kepada Ketua Umum
PDSKJI lama, Dr Tun Kurniasih Bastaman. Ia juga menambahkan, antara
PDSKJI dengan APA tidak ada hubungan organisasi secara langsung.
Editor: Rony Sitanggang