NASIONAL

Remotivi: Enam Stasiun Televisi Jadi Alat Propraganda Parpol

Remotivi: Enam Stasiun Televisi Jadi Alat Propraganda Parpol

KBR68H, Jakarta - LSM Pemantau Isi Siaran Televisi, Remotivi mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memberi sanksi kepada stasiun televisi yang melanggar aturan iklan kampanye pemilu. Sanksi bisa berupa penghentian sementara penayangan iklan kampanye partai politik yang terbukti melanggar.

Direktur Remotivi Roy Thaniago mengatakan KPI harusnya menindak para pelanggar itu pasca diumumkannya empat parpol yang melanggar aturan iklan kampanye di TV.  Pelanggaran berupa batas durasi iklan di TV yang dibolehkan maksimal 30 detik. Menurut Roy, pemberian sanksi harus dipercepat karena masa pelaporan pelanggaran kampanye hanya berlangsung selama dua pekan.

“Situasi ini memang sudah dikondisikan sedemikian rupa oleh para elit-elit ini agar publik merugi. Kita berharap sekarang ketika saluran-saluran negeri ini mampet pun kita harus serukan kepada publik agar jangan mengandalkan informasi-informasi dari televisi yang sudah terafiliasi atau sudah kita buktikan bahwa mereka mendukung partai tertentu. Ada enam stasiun televisi yang memang adalah alat propaganda dari partai politik tertentu,” kata Rony saat dalam Program Sarapan Pagi.

Roy Thaniago menambahkan selama ini pemberian sanksi kepada stasuin televisi dan partai politik yang melanggar aturan kampanye tidak berjalan. Misalnya pemberian sanksi yang terlambat pada penayangan kuis kebangsaan oleh pasangan capres dan cawapres Wiranto dan Harry Tanoe Soedibyo di stasiun televisi RCTI. 

Sementara, pada hari keempat masa kampanye, KPI mencatat ada sekitar empat partai politik dan satu stasiun televisi yang menayangkan iklan kampanye partai melebihi durasi yang ditetapkan KPI.


Editor: Fuad Bakhtiar

  • pelanggaran iklan televisi
  • remotivi
  • durasi iklan kampanye

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!