NASIONAL

RUU PPRT Sudah Ada di Meja Pimpinan DPR?

"RUU tersebut sudah diputuskan Badan Legislatif (Baleg) untuk ditindaklanjuti ke sidang paripurna, pada 1 Juli 2020."

Ardhi Ridwansyah, Muthia Kusuma

RUU PPRT Sudah Ada di Meja Pimpinan DPR?
Ilustrasi: Aksi Payung Duka Seribu Ibu-Ibu PRT di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Rabu (21/12/22). (Antara/Aprillio Akbar)

KBR, Jakarta– Belasan ribu pekerja rumah tangga (PRT) akan menggelar aksi mogok makan dan puasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta.

Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraini mengatakan hal itu dilakukan 15 ribu PRT guna mendesak DPR agar segera melakukan sidang paripurna untuk menyepakati Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

“Tanggal 15 (Februari) itu baru puasa selanjutnya DPR kan reses, kita tunggu sampai 14 Maret kalau enggak ada (tindak lanjut), mogok makanlah tanggal 15 Maret,” ucap Lita saat dihubungi KBR, Senin, (13/02/2023).

Menurut Lita, hingga kini RUU PPRT masih tertahan di meja Ketua DPR, Puan Maharani. Padahal, RUU tersebut sudah diputuskan Badan Legislatif (Baleg) untuk ditindaklanjuti ke sidang paripurna, pada 1 Juli 2020.

“Harusnya sudah diagendakan sebagai RUU inisiatif, tapi RUU PPRT ini masih ditahan di meja ketum untuk dijadikan RUU inisiatif, ya. Nah, ini yang kita sedang upayakan mendesak pimpinan DPR, ketum DPR agar segera mengagendakan rapat paripurna untuk menginisiatifkan RUU PPRT,” ucap Lita.

Jalan di Tempat

Hal senada disampaikan Direktur Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari. Kata dia, hingga kini RUU PPRT masih belum masuk ke sidang paripurna DPR, meski sudah berada di meja ketua DPR, Puan Maharani.

Namun, dia mendapat informasi bahwa kini Puan sedang berada di luar negeri. Sementara kesepakatan antar-anggota DPR soal sidang paripurna ada di tangan Puan.

“Jadi pertanyaannya sekarang apa bisa ketika ketua DPR itu sedang ke luar negeri, keputusan, kan, katanya kolektif kolegial ya, keputusan tentang itu diserahkan kepada wakil-wakil ketua DPR yang saat itu (ada). Tapi, kemudian kita mendapat info bahwa untuk keputusan terkait undang-undang, itu disepakati di antara mereka harus di sampaikan oleh ketua DPR, jadi itu hambatan kita,” kata Eva saat dihubungi KBR, Senin (13/02/2023).

Eva memperkirakan, RUU PPRT bakal tetap jalan di tempat hingga nanti ada keputusan dari ketua DPR untuk melakukan sidang paripurna.

“Jadi ketika ketua Panja (Panitia Kerja) RUU PPRT ini melaporkan hasil akhir keputusan Panja di tanggal 1 Juli 2020 yang menyatakan tujuh fraksi menerima, dua fraksi menolak yaitu PDI-P dan Golkar, itu dilaporkan di Bamus (Badan Musyawarah). Harusnya kemudian ketika sudah dilaporkan di Bamus itu, segera disidang-paripurnakan, untuk mengambil keputusan bisa enggak, disetujui enggak oleh anggota DPR agar RUU ini jadi inisiatif DPR," tutur Eva.

Ia menambahkan, "Tapi, enggak pernah sampai di sidang paripurna untuk diambil keputusan, karena itu ada di mejanya Ketua DPR, sejak tanggal 15 Juli 2020. Jadi isunya di situ, kalau proses legislasinya jalan, tapi kemudian pada saat untuk disidang paripurnakan itu berhenti 2,5 tahun di mejanya ketua DPR,” ucap Eva.

3 Kali Bersurat

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Willy Aditya mengatakan sejauh ini RUU PPRT hanya tinggal dilakukan sidang paripurna untuk bisa dibahas bersama pemerintah agar disahkan sebagai undang-undang.

Kata dia, kini RUU tersebut masih berada di Ketua DPR, Puan Maharani. Dia mengeklaim sudah mengirim surat tiga kali kepada pimpinan DPR agar segera melakukan sidang paripurna.

“Saya sudah tiga kali bersurat kepada pimpinan untuk itu (RUU PPRT) segera diparipurnakan, yang terakhir fraksi partai Nasdem pada Bamus (Badan Musyawarah) 9 Februari kemarin meminta sangat keras untuk itu segera diparipurnakan. Alasan pimpinan itu masih tertahan di ketua DPR,” ucap Willy saat dihubungi KBR, Senin, (13/02/2023).

Willy tak tahu alasan ketua DPR tak kunjung melakukan Sidang Paripurna RUU PPRT. Padahal, sejak 1 Juli 2020, Badan Legislatif (Baleg) telah menetapkan RUU PPRT untuk ditindaklanjut ke sidang paripurna.

“Saya enggak tahu persis ya (alasannya). Tapi saya sudah minta waktu untuk menjelaskan apa substansinya dan lain sebagainya, dan saya minta waktu untuk kemudian apa yang perlu dikoreksi, tapi enggak ada alasan yang jelas ya,” kata Willy.

Sikap Pemerintah

Sebelumnya, pemerintah juga mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempercepat pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD membandingkan waktu pembahasan RUU lain yang bisa diselesaikan dalam sepekan, sedangkan pengesahan RUU PPRT belum juga disahkan hingga 19 tahun lamanya.

Ia menegaskan, RUU PPRT merupakan bagian dari Nawacita pemerintah yang harus diselesaikan sebelum 2024.

"Maka Presiden Republik Indonesia sudah memberikan dukungan secara terbuka agar RUU PPRT ini segera dibahas dan dimudahkan, karena dari sudut prosedural dan pengambilan inisiatif RUU ini merupakan RUU yang diinisiatifi, digagas oleh DPR maka pemerintah sekarang tinggal menunggu," ucap Mahfud kepada wartawan, Minggu, (12/02/2023).

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menambahkan, DPR belum mengirim draf RUU tersebut kepada pemerintah. 

Nantinya, pemerintah akan menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari RUU PPRT. Ia menyebut, pemerintah membutuhkan waktu maksimal dua bulan untuk membuat DIM.

Perlindungan untuk PRT

RUU PPRT sudah diinisiasi DPR sejak 2004. Namun, hingga kini belum disahkan sebagai undang-undang. Latar belakang pengajuan RUU PPRT tersebut di antaranya agar PRT tidak lagi dipandang sebagai sosok pelayan melainkan pekerja.

Sebagai pekerja, PRT memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan profesi lain. PRT juga memiliki hak dilindungi dalam menjalankan profesinya.

Namun, selama ini hukum ketenagakerjaan di Indonesia belum ada yang secara khusus dan eksplisit mengatur mengenai PRT. Tercatat, ada lebih dari 4 juta pekerja rumah tangga yang saat ini masih rentan mengalami kekerasan dan tidak dijamin hak-haknya.

DPR berkomitmen untuk menindaklanjuti RUU PPRT dengan memasukkan beleid itu ke prolegnas prioritas 2023.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • RUU PPRT
  • Jala PRT
  • DPR

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!