NASIONAL

Perludem: Ubah Sistem Pemilu Jangan di MK, Lakukan Revisi UU Pemilu

"Kerangkanya haruslah dengan revisi Undang-Undang tentang Pemilu, yang dibahas bersama antara pemerintah dan DPR."

sistem pemilu
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati. (Foto: perludem.org)

KBR, Jakarta - Opsi Sistem Pemilu dengan Proporsional Terbuka atau Tertutup terus menjadi perbincangan khalayak. Bahkan di parlemen, ada juga yang pro dan kontra. Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan, bakal menganalisis sistem Pemilu yang lebih baik, efektif dan efisien untuk diterapkan.

Berikut, wawancara Jurnalis KBR Resky Novianto dengan Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati pada Selasa (28/2/2023):

Bagaimana merumuskan sistem Pemilu yang lebih baik, murah, efektif, efisien dan tidak mengorbankan hak pilih masyarakat?

Dua sistem Pemilu itu memang ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Jadi kita terus mencari sistem Pemilu itu, mana yang cocok buat negara kita. Bisa jadi sistem Pemilu tertentu baik untuk negara lain, tapi kalau diterapkan di negara kita, bisa jadi bisa berbeda hasilnya. Makanya, kita pilih yang cocok dengan karakter negara kita yang multikultural, atau cukup plural.

Selain itu, dengan memperhatikan kondisi pemilih, memperhatikan partai politik, lalu memastikan agar bagaimana sistem Pemilu betul-betul menghadirkan keterwakilan yang lebih tinggi untuk masyarakat. Jadi banyak faktornya, dalam menentukan sistem Pemilu mana yang mau digunakan.

Saat ini, ada yang melakukan uji materi terkait Sistem Pemilu Proporsional Terbuka yang selama ini kita gunakan, dan ingin diubah menjadi Sistem Pemilu Proporsional Tertutup. Perludem melihatnya, dari masing-masing sistem Pemilu terbuka atau tertutup sama-sama punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Sebetulnya kalau kita ingin melakukan perubahan sistem Pemilu, menurut pandangan Perludem, tempatnya justru bukan di Mahkamah Konstitusi. Melainkan kerangkanya haruslah dengan revisi Undang-Undang tentang Pemilu, yang dibahas bersama antara pemerintah dan DPR.

Baca juga:

- Sidang Perdana, Anggota KPU Bantah Intimidasi

- DKPP Periksa Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari

Bagaimana perbandingan antara Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dengan yang Tertutup?

Kalau saya melihatnya, Pemilu Proporsional Tertutup ada kekurangannya. Karena, kita sebagai pemilih tentu saja boleh memilih langsung siapa nama calon anggota legislatif (Caleg). Bukankah, pemilih memang harus mengenal nama-nama Caleg yang akan dipilihnya.

Di Pemilu 2019, kita merasakan kompleksitas sistem Pemilu. Kalau menurut saya, itu bukan semata-mata karena sistem Pemilu Proporsional Terbuka saja, tapi juga karena kita menggabungkan beberapa Pemilu sekaligus. Sehingga kotaknya pun ada lima, mulai dari kota surat suara DPR, Presiden, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota. Akibatnya, pemilih mendapat banyak kertas surat suara. Lalu, Daerah Pemilihan kita juga 'besar-besar' sehingga itu mengakumulasi kompleksitas yang dihadapi oleh pemilih. Jadi bukan hanya masalah karena Sistem Pemilu Proporsional Terbuka saja.

Selain itu, tahapan Pemilu juga sudah berjalan. Yang namanya tahapan Pemilu pada prinsipnya adalah predictable procedure dan unpredictable result. Jadi tahapan Pemilu itu harus bisa diprediksi, timeline-nya harus jelas, kerangka hukumnya harus jelas, dan aturan mainnya juga harus jelas. Di dalam aturan mainnya, untuk kerangka hukum Pemilu 2024, sesuai Undang-Undang Pemilu di situ yang sudah jelas yakni menggunakan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka. Jadi kalau ini diubah di tengah jalan, tentu menjadi ada ketidakpastian.

Bagaimana Perludem melihat kemungkinan dilaksanakannya e-Voting? Bagaimana pula kesiapan infrastrukturnya?

Kalau menurut saya penggunaan teknologi dalam Pemilu itu tentu bisa saja dilakukan. Apalagi kini zamannya juga makin maju. Jadi memang penggunaan teknologi dalam Pemilu tidak bisa dihindarkan. Dan sekarang adalah kita mau menggunakan instrumen teknologi ini pada tahapan apa? Apakah instrumen teknologi itu merupakan solusi atas permasalahan Pemilu yang kita alami selama ini? Jadi di situ harus clear dulu, kalau menurut saya. Jangan sampai karena menggunakan teknologi, membuat jadi semakin banyak yang perlu dipersiapkan. Misalnya, pertama dari sisi kerangka hukumnya. Itu harus jelas dan clear, supaya hasilnya tidak dipermasalahkan nantinya.

Saat ini, Undang-Undang tentang Pemilu juga tidak memuat satu pasal pun terkait penggunaan teknologi. Ini kan tafsir. Tidak bisa macam-macam. Kalau kemudian ada multitafsir, bisa jadi nanti di belakang justru instrumen teknologinya yang dipermasalahkan orang. Sehingga memunculkan ketidakpercayaan. Lalu dari sisi kesiapan infrastrukturnya sendiri, sudah sejauh apa kita siap? Menggunakan teknologi untuk Pemilu tidak bisa dadakan.

Editor: Fadli

  • sistem pemilu
  • perludem
  • Khoirunnisa Nur Agustyati

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!