NASIONAL

Pakar: Revisi UU MK oleh DPR Jadi Agenda Politik

"Revisi UU MK jelas adalah agenda politik dan menunjukkan betapa buruknya perencanaan legislasi dan kualitas legislasi di Indonesia."

revisi UU MK

KBR, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang, Charles Simabura menilai revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) tidak mendesak.

Menurut Charles, revisi UU MK jelas adalah agenda politik dan menunjukkan betapa buruknya perencanaan legislasi dan kualitas legislasi di Indonesia.

Apalagi, substansi dari revisi tersebut terkait evaluasi dan pemberhentian hakim konstitusi di tengah jalan.

"Ini menunjukkan memang ada upaya untuk menundukkan para hakim konstitusi agar tunduk kepada legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, selaku pengusul. Dan ini jelas bertentangan dengan hakikat dari mekanisme pengusulan yang ada di dalam pasal 24c konstitusi. Menurut konstitusi, itu hanya kewenangan mengusulkan, tidak pada posisi untuk mengevaluasi apalagi sampai memberhentikan hakim konstitusi di tengah jalan," kata Charles kepada KBR, Kamis (23/2/2023).

Charles mengatakan, evaluasi atau pemberhentian hakim konstitusi adalah ranah dari Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Evaluasi juga harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan dengan dasar pembuktian yang benar, apakah tindak pidana atau atas dasar pelanggaran etik.

"Tidak atas dasar pertimbangan-pertimbangan politik, like and dislike, atau ketidakpuasan dari para legislatif, karena mereka kecewa yang mereka utus itu tidak mengawal produk legislasi mereka," imbuhnya.

Baca juga:


Alasan perbaikan sistem hukum

Sebelumnya DPR menggulirkan usul revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK).

Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Wuryanto berharap revisi Undang - Undang Mahkamah Konstituso (MK) mampu menjawab kebutuhan hukum masyarakat, serta perbaikan sistem hukum tata negara.

Ia mengatakan beberapa poin yang menjadi bahasan dalam revisi undang-undang antara lain batasan usia calon hakim konstitusi serta masa jabatan Hakim

"Kita akan melakukan perbaikan menyeluruh terhadap undang-undang MK, pemerintah aja mengajukan 71 DIM. Jadi banyak, substansi barunya ada 19. Jadi ini kira-kira kita ingin menerjemahkan apa yang ada di dalam undang-undang dasar 45 itu dengan lebih detail. Ada kekuasaan-kekuasaan kehakiman yang mesti di benar-benar kuat," kata dia dikutip dari TVR Parlemen (21/2/23).

Sementara itu anggota Komisi Hukum DPR Yakobus Jacki Uly menyebut pembahasan revisi undang-undang akan dimulai pada masa sidang mendatang. Akan dibentuk panitia kerja (Panja) terlebih dahulu.

Selain DIM yang diajukan pemerintah, kata dia DPR juga akan menyerap aspirasi masyarakat agar undang-undang yang dihasilkan mampu menyempurnakan sistem tata negara.

Namun, usulan revisi Undang-undang KPK menuai kritik publik. Sebab DPR juga ingin agar hakim konstitusi bisa ditarik atau diganti sewaktu-waktu apabila hasil evaluasi terhadap hakim yang bersangkutan buruk.

Editor: Agus Luqman

  • revisi UU MK
  • Mahkamah Konstitusi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!