KBR, Jakarta - Merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 dinilai bukan hanya disebabkan lemahnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anggota Komisi Hukum di DPR Arsul Sani menyarankan pemerintah tidak menyalahkan lembaga penegak hukum.
Menurutnya, indikator penegakan hukum dalam IPK 2022 cenderung stagnan. Hal ini disampaikan Arsul saat rapat kerja bersama KPK.
“Kita juga harus adil bahwa jangan setiap IPK turun, kemudian KPK-nya, kejaksaan agungnya, polisinya enggak kerja melakukan pemberantasan korupsi. Harus fair juga kita. Padahal persoalannya justru ada di luar penegak hukum,” ucap Arsul, Kamis (9/2/2023).
Baca juga:
- Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022 Anjlok, Terburuk Sepanjang Reformasi
- Respons Jokowi usai Indeks Persepsi Korupsi 2022 Merosot
Arsul mengatakan, anjloknya skor IPK Indonesia 2022 merupakan dampak dari lemahnya lembaga negara, terutama lingkup eksekutif. Arsul menyoroti salah satu inikator yang mengalami penurunan yakni IMD World Competitiveness Year Book.
“Kalau kita bicara, misalnya ini kan salah satu yang turunnya banyak IMD World Competitiveness Year Book dari 44 menjadi 39. Padahal indeks ini bicara efisiensi pemerintahan, bicara tentang efisiens bisnis, bukan bicara penegakan hukum,” jelasnya.
Sebelumnya, lembaga Transparency International Indonesia melansir laporan Indeks Persepsi Korupsi 2022. Skor IPK Indonesia melorot drastis dan menyebabkan peringkat Indonesia turun dari posisi 96 menjadi 110 dari 180 negara di dunia.
Baca juga:
- Luhut: Negara Hebat Kok Masih OTT?
- IPK 2022 Anjlok, Jokowi Minta Aparat Berantas Korupsi Tanpa Tebang Pilih
Editor: Wahyu S.