NASIONAL

Benarkah Program Biodiesel B35 Ikut Bikin Langka Minyakita?

"Dua hal diduga sebabkan Minyakita langka. Yaitu migrasi konsumen minyak goreng premium ke minyak goreng curah subsidi serta karena suplai CPO digunakan untuk program biodiesel B35."

Muthia Kusuma

Minyakita
Pedagang menjual minyak goreng kemasan bersubsidi Minyakita di pasar tradisional di Pekanbaru, Riau, Selasa (7/2/2023). (Foto: ANTARA/Rony Muharrman)

KBR, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memperkirakan kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng subsidi Minyakita di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp14.000 per liter disebabkan dua faktor.

Di antaranya migrasi konsumsi minyak goreng kemasan premium ke minyak goreng curah subsidi serta karena suplai minyak sawit mentah atau CPO digunakan untuk program biodiesel B35.

Program biodiesel B35 merupakan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis minyak sawit untuk kendaraan.

"Kita mengubah B20 jadi B35. B20 itu menyedot CPO 9 juta, begitu berubah jadi B35 jadi nambah 4 juta, jadi 13 juta disedot ya. Memang ekspor melambat. Oleh karena itu, untuk megatasi itu, saya undang 30 pelaku usaha CPO ini, kita tambah 50% CPO-nya untuk diolah menjadi Minyakita,” ucap Menteri Zulkifli, Senin, (30/01/2023).

Zulkifli Hasan berharap peningkatan suplai minyak sawit mentah itu mampu meningkatkan produksi Minyakita. Program Minyakita diluncurkan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasaran pada Juli 2022.

Baca juga:

Namun, tudingan program biodiesel B35 sebagai penyebab kelangkaan Minyakita ditepis Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga menegaskan program biodiesel B35 tidak akan mengganggu pasokan minyak goreng dalam negeri.

“Kami tegaskan di sini, bahwa program B35 ini tidak akan mengganggu pasokan untuk minyak kebutuhan konsumsi. Karena di sini hadir Dirut BPDPKS dan ini menjamin bahwa ketersediaan minyak di dalam negeri mencukupi, kemarin sudah ditingkatkan dari kebutuhan 300.000 menjadi 450.000 KL. Jadi tentu suplainya berlebihan,” ucap Airlangga di Gedung Ali Wardhana, Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Baca juga:

Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendorong pemerintah memperbaiki tata kelola biodiesel yang dianggap tidak transparan dan tidak melibatkan petani skala kecil dalam rantai pasok. 

SPKS mencatat, sepanjang 2019-2021, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menghimpun dana pungutan ekspor CPO senilai lebih Rp70 triliun. Dari dana yang terhimpun itu, sekira Rp66,78 triliun atau lebih 94 persen mengalir untuk subsidi biodiesel.

Petani sawit sekaligus Koordinator bidang advokasi SPKS Kalimantan Timur, Kanisius Tereng mengatakan, subsidi biodiesel itu kurang menjangkau petani sawit rakyat.

“Kalau untuk ke masyarakat untuk petani secara langsung itu belum terlalu (merasakan manfaat-red), karena kalau terjadi total keseluruhan dari 6 sektor yang digunakan dana BPDPKS itu kan untuk petani itu kan masih sangat kecil, karena dengan berbagai macam aturan perubahan-perubahan persyaratan untuk menyerap dana itu saja sangat kecil begitu. Jadi untuk dampak kepada petani terkait BPDPKS ini sama sekali masih kecil yang paling diuntungkan adalah oligarki, ada pengusaha-pengusaha besar,” kata Kanisius kepada KBR, Rabu (8/2/2023).

Di lain pihak, pakar ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri meminta pemerintah berlaku adil dalam memprioritaskan kebutuhan pangan dan energi. Terutama terkait perbedaan harga CPO untuk biodiesel dan untuk produksi minyak goreng.

Menurut Faisal Basri, harga jual CPO untuk biodiesel yang lebih tinggi menimbulkan persaingan tidak sehat. Ini pengusaha lebih memilih menjual produknya ke produsen biodiesel.

“Ini yang jadi masalah harga CPO untuk biodiesel lebih tinggi, artinya kalau CPO dijual ke biodiesel harganya lebih tinggi, karena kalau lebih rendah disuntik sama dana sawit itu yang di-nol-kan ya. Setelah ada ribet-ribet itu nol-kan ya, mungkin sampai Desember saya tidak tahu persisnya, tapi pernah di-nol-kan. Pak Eddy tadi mengatakan ada 40% dihasilkan oleh petani kecil, tapi dipajakin,” ucap Faisal dalam webinar Problematika Minyak Goreng, CPO Bagi Pangan vs Energi, Sabtu, (4/2/2023).

Baca juga:

Faisal Basri menambahkan, pengusaha yang menjual CPO ke biodiesel mendapatkan insentif dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Hal ini membuat presentase penjualan CPO ke industri biodiesel meningkat dan lebih besar dari penjualan untuk kebutuhan minyak goreng, sehingga terjadi kelangkaan minyak goreng subsidi.

Mengutip data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), tahun 2022 produksi CPO turun seiring penurunan jumlah ekspor. 

Faisal mengatakan, penurunan jumlah ekspor lebih besar ketimbang penurunan produksi karena ada peningkatan konsumsi dalam negeri yang cukup tinggi dari 18 juta ton pada 2021 menjadi 21 juta ton 2022. Oleh karena itu, ia menegaskan tidak terjadi kelangkaan minyak sawit mentah di dalam negeri.

Editor: Agus Luqman

  • harga minyak goreng
  • minyak sawit
  • minyak goreng
  • Biodiesel B35
  • biodiesel

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!