NASIONAL

Kemenaker Segera Merevisi Permenaker tentang JHT, Buruh Desak Pencabutan

"Jika dalam tujuh hari aturan itu tidak dicabut, KSPI mengancam akan melakukan aksi massa secara bergelombang."

Kemenaker segera revisi Permenaker soal JHT
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta. Rabu (16/2/22). (Foto: ANTARA/Aditya Pradana)

KBR, Jakarta- Kementerian Ketenagakerjaan akan segera merevisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Permenaker JHT). Rencana revisi itu sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.

Poin yang direvisi antara lain soal penyederhanaan tata cara dan persyaratan pembayaran, kemudahan proses pencairan dana JHT, terutama bagi pekerja terdampak pandemi COVID-19, dan mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sekretaris Jenderal Kemnaker, Anwar Sanusi memastikan revisi Permenaker tentang JHT itu bakal memerhatikan tuntutan para buruh.

"Yang jadi persoalan misalnya tentang, bagaimana penerima program JHT, terutama yang terkena PHK, ini kan yang menjadi perhatian. Kita akan melakukan telaah secara lengkap, pertama tentunya telaah yang terkait dengan aspek yuridis bagaimanapun juga kan yuridis harus kita perhatikan agar tentunya tidak salah arah dalam kita melakukan perbaikan," ucap Anwar kepada KBR, Selasa, (22/2/2022).

Utamakan Dialog

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi menambahkan, pemerintah juga mempertimbangkan aspek sosiologis, terutama kondisi sosial-ekonomi pekerja yang terkena PHK saat perekonomian terimbas pandemi virus korona.

"Kan tidak semuanya itu (Permenaker tentang JHT-red) tidak disetujui. Ada beberapa poin mereka (buruh-red) malah sangat senang. Terutama misalnya tentang perbaikan dari sisi proses mekanisme, terutama kan kita sudah menyederhanakan prosedur," tambahnya.

Anwar menegaskan, instruksi Presiden Jokowi adalah untuk merevisi atau perbaikan, bukan pencabutan permenaker seperti yang dituntut Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), atau kelompok buruh yang lain.

Namun, ia berjanji revisi akan dilakukan dengan mengutamakan dialog bersama kelompok buruh. Sebab, pemerintah berkomitmen memberikan keadilan bagi para pekerja, saat masih aktif bekerja maupun ketika sudah nonaktif seperti pensiun dan terkena PHK.

Tuntutan Buruh

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mencabut Permenaker No. 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Pernyataan ini disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal, karena tak sepakat dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang memerintahkan Menteri Ida Fauziah untuk merevisi aturan itu agar lebih sederhana.

Menurut Said, jika dalam tujuh hari aturan itu tidak dicabut, KSPI mengancam akan melakukan aksi massa secara bergelombang.

"Kami terus terang agak kawatir dengan cara menaker dan menko perekonomian bertahan dengan sikapnya, yang menurut pandangan kami menko perekonomian dan menaker tersebut melawan kebijakan presiden. Partai buruh dan serikat buruh akan mengorganisir aksi-aksi yang lebih besar dan berkelanjutan terus-menerus di seluruh wilayah Indonesia bila dalam satu kali tujuh hari tersebut Menaker belum mencabut Permenaker No.2/2022," kata Said Iqbal dalam konferensi pers daring, Selasa (22/2/2022).

Said menegaskan, dana JHT merupakan tabungan sosial yang seharusnya bisa diambil setelah pegawai tidak lagi bekerja, bukan dipatok saat usia 56 tahun. Apalagi, kondisi masyarakat masih berada dalam tekanan pandemi COVID-19, dan tidak sedikit dari pegawai yang terdampak PHK.

Ia meminta, Menaker Ida menghapus kebijakan baru itu dan kembali pada Permenaker No.19/2015 yang memperbolehkan pencairan JHT saat pegawai tidak lagi bekerja.

Batasan Usia

Said mempertanyakan sikap Menaker Ida Fauziyah yang sebelumnya bersikeras memberi batasan usia 56 tahun untuk pencairan dana JHT. Padahal, sudah ada Jaminan Pensiun (JP) yang dapat digunakan pegawai ketika memasuki masa tua.

"Tentang nanti hari tua, itu sudah ada jaminan pensiun. Kenapa dua menteri ini pusing-pusing ngurusin dana tabungan buruh? Sudah ada jaminan pensiun! Kalau memang kita anggap jaminan pensiun itu nanti saat diambil oleh pekerja tidak mencukupi, maka kita perbesar iuran pensiun. Dialog dulu antara pemerintah, pengusaha dan buruh," sambungnya.

Menurut Said, besaran iuran JHT dan JP di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara lain. Saat ini, jika dana JHT dan JP digabung, maka total iuran sebesar 8,7 persen. Persentase itu masih di bawah Malaysia sebesar 23 persen, Vietnam sebesar 18 persen, dan Singapura sebesar 33 persen.

"Gabon, negeri yang jumlah penduduknya di Afrika sangat sedikit, iuran JHT dan JP-nya total 18 persen. Vietnam juga sekitar 18 persen, Indonesia hanya 8,7 persen. Jadi jangan membodoh-bodohi buruh dan pekerja seolah-olah agar kami mendengar rasa sayang kepada buruh pekerja. Itu adalah omong kosong yang paling tidak lucu. Para buruh lagi susah membutuhkan JHT, kok rasa sayang disuruh nunggu puluhan tahun," tegasnya.

Instruksi Presiden Jokowi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan aturan soal pencairan JHT direvisi. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengklaim Presiden Jokowi terus mengikuti aspirasi para pekerja dan memahami keberatan pekerja terhadap Permenaker No.2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT.

Presiden memanggil Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker Ida Fauziyah dan memerintahkan aturan JHT direvisi agar lebih sederhana dan lebih mudah, sehingga bisa bermanfaat untuk membantu pekerja atau buruh yang terdampak, khususnya pekerja yang terkena PHK di masa pandemi COVID-19.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Permenaker Nomor 2 Tahun 2022
  • Permenaker tentang JHT
  • Jaminan Hari Tua
  • Kemenaker
  • Presiden Jokowi
  • KSPI
  • Jaminan Pensiun

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!