NASIONAL

Industri Tahu Tempe Mogok, Pengamat Dorong Swasembada Kedelai

Pengolahan kedelai untuk  tahu di Pasir Koja, Bandung, Jabar, Jumat (11/2/2022). (Antara)/Raisan Al

KBR, Jakarta- Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori meminta pemerintah mengintervensi proses impor kedelai dan pengaturan harganya sebelum didistribusikan ke industri pengolahan bahan baku komoditas tersebut. Menurutnya ini bisa menjadi solusi jangka panjang Indonesia dalam melepas ketergantungan negara pada impor kedelai. 

Kata dia, langkah itu diperlukan  agar Indonesia mampu menjadi negara swasembada kedelai.

"Kalau pemerintah mau swasembada (kedelai), ya harus diatur impornya. Enggak bebas seperti sekarang. Nah ketika impor diatur pada saat yang sama harga juga harus diatur. Harga itu harus memberikan jaminan kepada petani yang mengusahakan kedelai itu untung. Kalau itu dilakukan pemerintah ya, petani itu kan makhluk ekonomi yang rasional ya. Ketika sebuah komoditas dijamin kalau ditanam petani dan dia bisa menghasilkan produk yang baik dan untung, itu pasti akan kejar itu," tegasnya saat dihubungi KBR, Senin (22/02/21).

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menyebut sebetulnya Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara swasembada kedelai. Meskipun ia mengakui ini sulit karena banyak faktor yang perlu dioptimalkan untuk mendukung pengembangan produksi komoditas kedelai dalam negeri.

"Jadi dari sisi varietas ada, dari sisi lahan ada sebetulnya, dari sisi pengalaman kita ada, berhasil bisa dicontoh gitu ya. Nah tinggal bagaimana pemerintah mewujudkan itu. Tidak bisa tidak," ujar Khudori.

Baca juga:


Dia  mengatakan, walaupun lahan kosong semakin terbatas, tetapi beberapa daerah di Indonesia masih memiliki lahan kurang subur yang bisa dioptimalkan untuk menjadi lahan pertanian kedelai yang layak.

"Apakah lahan masih ada? Saya kira ada dan itu belum banyak dioptimalkan. Ya itu lahan-lahan suboptimal. Nah itu yang harus dioptimalkan. Berapa potensinya? Besar," ucapnya.

Ia mencermati petani kedelai dalam negeri memang belum memaksimalkan potensi yang ada untuk memproduksi kedelai. Ini masih bisa diperbaiki sebab jika pemerintah memberikan jaminan harga untuk bahan baku tahu dan tempe.

"Ketika tidak ada jaminan harga berarti tidak ada jaminan dia akan mendapat keuntungan yang memadai. Petani kedelai tanam kedelai karena dia ini hanya pilihan terakhir. Dia asal-asalan. Paling tidak ini bisa dilihat dari produktivitas. Produktivitasnya itu enggak bergerak, dari 1,4-1,5 ton per hektar. Itu jauh sekali kalau dibandingkan dengan Amerika, dengan Brazil yang bisa 4, ya 3,5," katanya.

Di sisi lain ia menjelaskan, dukungan swasembada kedelai datang dari penelitian terkait benih kedelai. Sebetulnya peneliti-peneliti Indonesia sudah mampu menghasilkan varietas kedelai yang unggul dan mampu bersaing di pasar. Tinggal bagaimana varietas ini diproduksi secara optimal di lapangan.

"Apakah kita punya varietas yang produktivitasnya tinggi? Ada. Varietas yang hasil rakitan Kementan. Saya lupa ya namanya ya. Itu produktivitasnya di level penelitian ya itu di atas empat," katanya. 

Editor: Rony Sitanggang

  • Kedelai
  • komoditas pertanian
  • swasembada pangan
  • Tahu dan Tempe
  • Swasembada Kedelai

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!