BERITA

Ekonom: Utang BUMN Sudah Mengkhawatirkan

Ekonom: Utang BUMN Sudah Mengkhawatirkan

KBR, Jakarta - Melesatnya utang dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Tahun 2020 mengkhawatirkan banyak pihak. 

Saat ini, total utang BUMN mencapai Rp6.500 triliun atau Rp6,5 kuadriliun,

Lembaga kajian ekonomi Center of Reform Economics (CORE) Indonesia menilai, peningkatan utang BUMN dapat mempengaruhi kerentanan ekonomi dan berdampak tidak langsung terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyebut, meningkatnya utang BUMN akan menambah kompleksitas utang negara ini, di tengah pandemi covid-19.

"Pemerintah utangnya meningkat, swasta meningkat, BUMN juga begitu. Kalau digabungkan ini kan berarti ada efek kumulatif terhadap kerentanan ekonomi. Apalagi kalau utangnya itu yang paling meningkat adalah utang luar negeri," kata Faisal ketika dihubungi KBR di Jakarta, Selasa (2/2/2021).

Faisal juga menilai, utang dalam negeri Indonesia masih bisa dikelola dengan baik, dibandingkan utang luar negeri, karena akan terkait dengan kerentanan nilai tukar Rupiah.

"Kalau nilai tukar atau mata uangnya itu misalkan lemah, maka ada peningkatan nilai utang yang meningkat. Akhirnya kalau sudah terlalu tinggi nilainya, seperti kejadian 1998. Kita juga harus berjaga-jaga, jangan sampai utang luar negerinya juga terus meningkat dalam level yang tidak terkontrol," jelasnya.

Faisal juga menyarankan pemerintah mengukur skala prioritas terhadap proyek pembangunan dan sektor di BUMN yang bisa dibiayai oleh utang.

"Skala prioritasnya harus ada. Karena kebutuhannya banyak yang urgent untuk penanganan pandemi dan penyelamatan ekonomi dalam jangka pendek," tambah Faisal.


Editor: Kurniati Syahdan

  • utang BUMN
  • utang luar negeri
  • utang swasta
  • utang
  • CORE

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!