BERITA

RUU Cipta Kerja: Pemda Tak Lagi Berwenang Urus Tambang

"RUU Cipta Kerja merombak UU Minerba dan UU Migas. Salah satu poin yang kena rombak adalah kewenangan pemda atas tambang."

Adi Ahdiat

RUU Cipta Kerja: Pemda Tak Lagi Berwenang Urus Tambang
Ilustrasi: Tambang Emas di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi. (Foto: www.walhijatim.or.id)

KBR, Jakarta- Pemerintah telah menyerahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja ke DPR pada Rabu (12/2/2020).

RUU omnibus law itu merombak puluhan regulasi lama terkait investasi, perizinan usaha, ketenagakerjaan, sampai administrasi pemerintahan.

Salah satu regulasi yang dirombak adalah UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Berikut rincian sejumlah pasal yang terdampak. 


Pasal Penguasaan Minerba Diubah

UU Minerba Pasal 4 mengatur bahwa sumber daya minerba dikuasai oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah (pemda).

Tapi dalam RUU Cipta Kerja, bunyi Pasal 4 itu diubah menjadi:

"Penguasaan mineral dan batu bara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat."


Kewenangan Pemda Dihapus

UU Minerba Pasal 7 dan Pasal 8 mengatur bahwa pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten berwenang untuk:

    <li>Membuat aturan daerah tentang pengelolaan tambang minerba</li>
    
    <li>Memberi izin usaha tambang</li>
    
    <li>Meneliti dan mengumpulkan data sumber daya tambang</li>
    
    <li>Mengawasi produksi usaha tambang</li>
    
    <li>Mengawasi kegiatan reklamasi lahan pasca tambang, dan sebagainya.</li></ul>
    

    Namun, pasal-pasal soal kewenangan pemda itu dihapus seluruhnya oleh RUU Cipta Kerja.


    Perizinan Tambang Diubah

    UU Minerba Pasal 35 mengatur ada tiga jenis izin usaha tambang, yakni:

      <li>IUP (Izin Usaha Produksi)</li>
      
      <li>IPR (Izin Pertambangan Rakyat)</li>
      
      <li>IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)</li></ul>
      

      Dalam UU Minerba, berbagai izin itu bisa diberikan oleh bupati, walikota, gubernur, atau menteri, tergantung pada lokasi tambang yang bakal digarap.

      Namun RUU Cipta Kerja menghapus seluruh ketentuan itu. Tiga jenis izin usaha tambang tadi juga dilebur jadi satu dengan nama 'Perizinan Berusaha'.

      RUU Cipta Kerja pun mengubah bunyi Pasal 35 UU Minerba menjadi:

      "Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat."


      Peran Pemda dalam Penetapan Tambang Migas Dihapus

      Perombakan sejenis juga dikenakan pada UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).

      Pasal 12 UU Migas mengatur bahwa wilayah eksplorasi dan eksploitasi migas hanya boleh ditetapkan menteri setelah konsultasi dengan pemda.

      Tapi dalam RUU Cipta Kerja, peran pemda dihilangkan sehingga bunyi Pasal 12 itu berubah menjadi:

      "Wilayah Kerja (tambang migas) yang akan ditawarkan Badan Usaha Milik Negara Khusus ditetapkan oleh Pemerintah Pusat." 

      Editor: Sindu Dharmawan

  • RUU Cipta Kerja
  • Omnibus Law
  • tambang
  • minerba
  • migas
  • pemda
  • pemprov
  • lubang tambang
  • reklamasi lubang tambang

Komentar (3)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • amir4 years ago

    Seperti era Soeharto dimana izin pertambangan pemerintah pusat akibatnya pejabat & politisi pusat yg berkuasa bagi2 jatah hak penambangan, begitu reformasi diserahkan ke pemerintah daerah ternyata pejabat & politisi daerah yg ganti bermain..... memang susah... itulah mental bangsa kita ini.

  • Daeng aziz4 years ago

    Sebagai orang yang kerja di pertambangan, sangat.. Sangat setuju diberlakukan.. Banyaknya praktek di daerah yang sangat berpotensi merugikan pendapatan daerah.. Semoga dengan diatur oleh pusat segala praktek korupsi dan memperkaya diri oleh oknum di daerah dapat dihilangkan.. In syaa Allah Indonesia jaya dengan lenyapnya koruptor di negara tercinta ini.. Amin

  • Djafri Djabar4 years ago

    Sentralisasi dan Desentralisasi memiliki sisi Positif dan Negatif.Kata Kuncinya pada "Visi dan Misi " Pemerintah selaku pembuat kebijakan serta , "Niat dan Perilaku / Mentalitas " Birokrat yang menjalankannya. Kita sudah melewati pengalaman Kebijakan Sentralistik Masa Orde Baru dan kita juga sedang merasakan Kebijakan Desentralistik Orde Reformasi,keduanya bagaikan dua sisi mata logam.Pada tataran Visi dan Misi keduanya sama baiknya , akan tetapi pada tataran Orientasi dan Implementasi keduanya sama kurang baiknya jika tidak dikatakan sama buruknya dan ini sangat terkait dengan Mentalitas Birokrasi kita.Desentralisasi plus Biaya Politik untuk meraih Jabatan dan Kekuasaan makin memperparah kondisi ini. Kekuasaan cenderung membangun Kroni,Kolusi dan memperkaya diri alias Korupsi.Di suatu daerah Kepala Seksi / Bidang bisa menghambat Keputusan Kepala Dinas karena sang Kasie/Kabid.Keluarga Gubernur.Kita sama mengetahui Laporan KPK hampir sebahagian besar Kepala Daerah Provinsi/Kabupaten /Kota diseluruh terindikasi/terlibat penyalahgunaan wewenang & jabatan/korupsi. Sebahagian orang Berkelakar : "Mendingan Korupsi dilakukan oleh Pejabat Daerah toh agar di Daerah ada Orang Kaya dan dana sebahhagian tersalurkan ke masyarakat di daerah ketimbang hanya diambil oleh orang di pusat:" Kelakar ini ada benarnya dalam satu sisi tetapi dalam banyak sisi kelakar ini sangat Konyol.Karena betapa perilaku pejabat seperti ini akan membawa kerugian yang sangat besar bagi pertumbuhan daerah. Jauh lebih besar dari uang yang di korupsinya.Katakanlah ada Pejabat yang menghambat Perizinan Pertambangan selama berbulan-bulan hanya mengharapkan sesuatu. akibatnya perusahaan tidak bisa berproduksi /melakukan penjulan.Padahal akibat perilakunya menghambat Penerimaan Negara/Daerah dalam Jumlah ratusan kali yang diharapkannya.Ini Contoh Bahayanya Pejabat bermental Korup menangani urusan pada Sektor Strategis,Pertambangan misalnya. jika RUU Cipta Kerja bermaksud akan menarik kewenangan Pemda dalam Urusan Tambang maka kembali lagi pada Orientasi dan Implementasi Birokrat di Pusat.Tidak bisa dipungkiri bahwa Pemahaman Teknis dan Administratif serta Peraturan yang terkait dengan Pengelolaan Tambang yang baik "Good Mining Practice " Jauh lebih baik ketimbang birokrat di Daerah. Ditingkat Jabatan Eselon I dan II ke bawah (Non Politik) masih bisa diharapkan mereka bekerja secara Profesional kecuali yang perlu dipertimbangkan bahwa Menteri harus dari kalangan Profesional) dan tidak di intervensi Menteri terkait yang sok mengatur Sektor ini karena merasa lebih berpengaruh kepada Presiden sehingga Menteri ESDM tidak berkutik.Ingat bahwa Sektor ini adalah Sektor yang cukup rumit dan komplek penanganan, jangankan di tingkat Pejabat Tinggi Negara ,ditingkat Rakyat Kecil di Wilayah Petambangan juga bisa bermain dengan cara -cara kotor untuk mendapatkan Keuntungan dari Kegiatan Pertambangan yang dilakukan Pengusaha Tambang.Penarikan Kewenangan ini harus diikuti dengan kebijakan Pencegahan,Pengawasan dan Penindakan yang Keras terhadap Pejabat yang menyalahkan gunakan Wewenang dan Jabatan.Kebijakan harus dalam rangka Memajukan Pengusaha Nasional dan Sikat Habis Mafia yang bermain dalam Sektor ini.