BERITA

Diperiksa KPK, Politisi Nasdem Klaim Tak Tahu Proyek Bakamla

" "Biasalah, namanya waktu zaman saya dulu bisnis, KPK minta informasi.""

Diperiksa KPK, Politisi Nasdem Klaim Tak Tahu Proyek Bakamla
Anggota DPR dari Partai Nasdem Ahmad Sahroni mendatangi gedung KPK untuk pemeriksaan dalam kasus Bakamla, Jumat (14/2/2020). (Foto: ANTARA/Risyal Hidayat)

KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI Ahmad Sahroni dalam kasus suap proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla), Jumat (14/2/2020).

Ia diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya saat menjadi pengusaha untuk tersangka Merial Esa. 

Politikus Partai NasDem menyebut ia ditanya tiga persoalan oleh penyidik KPK. Penyidik KPK ingin mendalami bisnisnya.

"Biasalah, namanya waktu zaman saya dulu bisnis, minta informasi. Tetapi masalahnya bisnis dengan Bakamla itu sama sekali saya enggak tahu," ujar Sahroni usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2020).

Sahroni memastikan materi penyidikan tidak terkait dengan jabatannya sebagai anggota DPR RI. 

Kepada penyidik, politikus yang dikenal sebagai kolektor mobil mewah itu mengatakan ia menjelaskan perkenalannya dengan salah satu terpidana kasus suap Bakamla. 

Namun ia mengklaim tidak mengetahui terkait perkara suap proyek di Bakamla.

Perkara suap itu berawal pada 15 April 2016. Ketika itu Bambang selaku Direktur Data Informasi diangkat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi, Hukum, dan Kerja sama Keamanan dan Keselamatan Laut di Bakamla. 

Pada 16 Juni 2016, Leni dan Juli diangkat sebagai Ketua dan Anggota ULP di lingkungan Bakamla tahun 2016. 

Pada Tahun Anggaran 2016, terdapat usulana anggaran pengadaan Perangkat Transportasi Terintegrasi (BCCS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS). Anggaran pengadaan sebesar Rp400 miliar itu bersumber pada APBN-P 2106 di Bakamla RI.

BCCS BIIS belum dapat digunakan, namun demikian, Bakamla tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan. 

Selanjutnya Bakamla mengumumkan lelang pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp 399 miliar.

Pada 16 September 2016, PT CMIT ditetapkan sebagai pemenang dalam pengadaan BCCS yang terintegrasi dengan BIIS. 

Pada Oktober 2016, terjadi pemotongan anggaran oleh Kemenkeu. Kendati anggaran yang ditetapkan kementerian untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. 

Yang terjadi justru negosiasi dalam bentuk Design Review Marketing antara Bakamla dan PT CMIT terkait dengan pemtongan anggaran untuk pengadaan tersebut.

Editor: Agus Luqman 

  • KPK
  • Bakamla
  • korupsi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!