RUANG PUBLIK

Distribusi BBM Premium Menyalahi Hukum Lingkungan? Ini Kata Peneliti

"Kebijakan Jokowi soal distribusi BBM Premium dinilai tidak konsisten. Kebijakan itu juga dinilai tidak sejalan dengan Peraturan Menteri LHK dan Paris Agreement yang sudah diratifikasi Indonesia."

Distribusi BBM Premium Menyalahi Hukum Lingkungan? Ini Kata Peneliti
Petugas memperbarui papan harga BBM di SPBU HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Minggu (10/2/2019). (Foto: ANTARA/Reno Esnir)

Kebijakan Jokowi soal distribusi BBM jenis Premium dinilai tidak konsisten. Kebijakan itu juga dinilai tidak sejalan dengan Peraturan Menteri LHK dan Paris Agreement yang sudah diratifikasi Indonesia.

Hal itu dijelaskan sejumlah peneliti dalam makalah riset berjudul Inkonsitensi Kebijakan Energi di Indonesia: Kaitannya Terhadap Pemberlakuan Standar Emisi Gas Buang Euro 4 (Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 2018).

Di makalah tersebut, para peneliti hukum dari Universitas Udayana, yakni Agus Efendi, Alia Yofira Karunian, serta Ni Luh Putu Chintya Arsani, menyebut bahwa pemerintah telah bersikap tidak konsisten dalam menghadapi masalah pencemaran udara.


Premium dan Pertalite Tidak Memenuhi Standar Euro 4

“Euro 4” adalah standar emisi gas buang yang dirumuskan Uni Eropa. Standar ini dibuat untuk menekan tingkat pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor.

Pada 1990 Uni Eropa membuat standar emisi gas buang perdana yang disebut Euro 1. Seiring waktu, standar ini terus dikembangkan hingga menghasilkan Euro 2 (tahun 1996), Euro 3 (tahun 2000), Euro 4 (tahun 2005), Euro 5 (tahun 2009), hingga yang terbaru Euro 6 (tahun 2014).

Standar Euro terus dinaikkan sebagai komitmen serius Uni Eropa dalam mengurangi tingkat polusi udara.

Menurut penjelasan Agus Efendi (2018), Indonesia sudah mengadopsi standar emisi Euro 4 dan memberlakukannya secara resmi melalui Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/20 17.

Euro 4 yang diadopsi Indonesia menerapkan batas minimal oktan sebesar 92. Artinya, standar ini hanya membolehkan penggunaan BBM jenis Pertamax (oktan 92), Pertamax Plus (oktan 95), dan juga Pertamax Turbo (oktan 98).

Penggunaan bahan bakar oktan rendah seperti Premium (oktan 88) dan Pertalite (oktan 90) dilarang dalam Euro 4.

Hal ini didasari perhitungan bahwa BBM oktan rendah memiliki emisi gas buangan yang lebih berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.


Mulai Maret 2019, Premium dan Pertalite Dilarang

Agus Efendi (2018) menyebut bahwa sosialisasi penerapan standar Euro 4 di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2017.

Terhitung sejak penerbitan Permen, Kementerian LHK memberi batas waktu selama 18 bulan agar masyarakat bisa beralih dari BBM oktan rendah ke BBM beroktan minimal 92.

Belakangan, Kementerian LHK bahkan memperpanjang lagi waktu sosialisasi hingga totalnya mencapai 24 bulan.

Dengan begitu, menurut perhitungan Agus Efendi (2018) standar Euro 4 seharusnya sudah berlaku efektif di Indonesia mulai Maret 2019 mendatang.


Tahun 2014: Pemerintah Pernah Batasi Premium Lewat Perpres

Kalau dirunut lagi, sebelum Permen LHK ini diterbitkan, Presiden Jokowi sudah lebih dulu meneken Peraturan Presiden (Perpres) yang membatasi distribusi Premium di Indonesia.

Agus Efendi (2018) menyebut hal itu tertuang dalam Perpres No. 191 Tahun 2014. Perpres ini menyetop distribusi BBM Premium di Jawa dan Bali, wilayah Indonesia dengan polusi udara tertinggi menurut Greenpeace.

Pada tahun 2016 pemerintah juga sudah meratifikasi Paris Agreement melalui UU No. 16 Tahun 2016.

Lewat perjanjian internasional tersebut, Indonesia kian menegaskan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri, atau sebesar 41 persen bila dibarengi dukungan internasional.

Sayangnya, menurut penjelasan Agus Efendi (2018), komitmen lingkungan itu tidak bertahan lama.

Setelah dua tahun berselang pemerintah kembali mewajibkan distribusi BBM oktan rendah di seluruh wilayah Indonesia.


Tahun 2018: Pemerintah Tidak Konsisten, Premium Dikucurkan Lagi

Pada 24 Mei 2018, Presiden Jokowi mengesahkan Perpres No. 43 Tahun 2018. Lewat Perpres ini BBM Premium kembali dikucurkan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pula Jawa dan Bali.

Dalam makalahnya, Agus Efendi (2018) menilai bahwa Perpres tersebut menunjukkan sikap tidak konsisten pemerintah.

Langkah pendistribusian BBM Premium itu dinilai bertentangan dengan Permen LHK terkait standar emisi gas buangan serta isi Paris Agreement yang telah diratifikasi Indonesia.

Menurut para peneliti, pemerintah harusnya kembali menjalankan komitmen lingkungan dengan menerapkan evidence-based policy making, yakni perumusan kebijakan yang didasari pada bukti-bukti ilmiah.

(Sumber: Inkonsitensi Kebijakan Energi di Indonesia: Kaitannya Terhadap Pemberlakuan Standar Emisi Gas Buang Euro 4, Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 2018)

 

  • Jokowi
  • BBM
  • Premium
  • Pertalite
  • Euro 4
  • Perpres
  • KLHK
  • polusi udara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!