BERITA

2 Tahun Putusan MA, Kementerian Agraria Didesak Buka Data Informasi HGU Sawit

""Sebenarnya tidak ada alasan juga untuk tidak memberikan karena aturan secara normatif telah mengatur itu.""

2 Tahun Putusan MA, Kementerian Agraria Didesak Buka Data Informasi HGU Sawit
Ilustrasi: Perkebunan sawit di Riau. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Anggota Ombudsman RI, Laode Ida menilai   Pemerintah, dalam hal  ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)   membuka data Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit. Kata dia, semestinya tak butuh waktu lama karena data tersebut harusnya sudah dikantongi oleh Kementerian ATR/BPN dan tinggal dipublikasikan.

Laode Ida mengatakan, publik memiliki hak untuk mendesak pembukaan data tersebut karena data tersebut juga terkait dengan kepentingan publik soal lahan atau pertanahan.

"Kalau publik mau menuntut saya kira itu haknya. Menurut saya adalah kewajiban kementerian ATR/BPN untuk membuka itu ke publik. Tidak boleh merahasiakan itu. Karena mereka itu ketika mengeluarkan itu memprosesnya secara resmi dan menggunakan uang negara dan yang dikelola kan itu diberikan hak pengelolaan usaha itu dalam bentuk HGU adalah tanah negara bahkan sebagian masih tanah milik rakyat atau masyarakat lokal dengan sistem kepemilikan adat," kata Laode saat dihubungi KBR, Selasa (12/02/19).


Senada disampaikan Peneliti Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor (IPB) Linda Rosalina. Dia  mempertanyakan keseriusan ATR/BPN karena tak kunjung membuka data Hak Guna Usaha (HGU) Kelapa Sawit, padahal menurutnya badan publik haruslah terbuka.

Menurut Linda, pembukaan data HGU ini mendesak, dikarenakan banyaknya konflik lahan yang terjadi di Indonesia. Ia menilai tak ada alasan bagi ATR/BPN untuk tak membuka data HGU.

"Ini kan sebenarnya sudah diatur dengan sangat jelas di Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.  Informasi yang boleh dibuka itu yang seperti apa, yang rahasia yang seperti apa, itu ada. Dan dan bahkan kalau misalnya kita gunain  informasinya dan kita salah gunakan, kita sebenarnya bisa dipidana.  Sebenarnya tidak ada alasan juga untuk tidak memberikan karena aturan secara normatif telah mengatur itu. Nah itu yang justru yang harus dipertanyakan adalah dari pihak ATR/ BPN, alasan mereka apa?" Kata Linda kepada KBR, Selasa (12/02/19).


Linda menambahkan, bukan tidak mungkin konflik akan terus terjadi bila pemerintah tak segera memiliki keterbukaan kepada publik.  Ia mengatakan, dengan keterbukaan data HGU, publik   bisa berpartisipasi untuk ikut mengawasi juga jalannya pembangunan sumber daya alam.

"Ketika sudah ada transparansi, partisipasi akan meningkat. Akuntabilitas bisa lebih baik lagi karena ada check and balance. Ini sebenarnya merupakan langkah awal menuju tata kelola hutan yang lebih baik," tutupnya.

Hampir dua tahun data Hak Guna Usaha Kelapa Sawit di Kalimantan belum dibuka secara transparan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Anggota Komisi Informasi (KI) Pusat, Cecep Suryadi mengatakan, informasi harus dibuka jika sudah ada keputusan dari pengadilan.

Kata dia, tidak ada alasan dari badan publik untuk mengecualikan informasi.

"Jadi begini, meskipun pasal 17 UU itu menyatakan bahwa ada informasi yang dikecualikan. Tapi kalau seandainya  putusan lembaga peradilan mengatakan bahwa itu bukan dikecualikan, maka itu harus dibuka. Jadi pasal 17 UU KI (Keterbukaan Informasi Publik) abcd, bahwa informasi ini tidak dibuka jika membahayakan misalnya, jika mengganggu perekonomian, dan sebagainya. Lalu ada pasal berikutnya yang menyatakan bahwa tidak termasuk informasi yang dikecualikan, itu kalau sudah ada penetapan, ada keputusan dari pengadilan," kata Cecep pada KBR, Selasa (12/2/2019).


Cecep mengatakan, badan publik dapat mengkategorikan sebuah informasi menjadi informasi pengecualian yang tidak dapat dibuka untuk publik. Namun harus dengan mekanisme uji konsekuensi. Namun cecep menambahkan, meskipun informasi tersebut dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan, namun jika sudah ada keputusan dari Komisi Informasi, maka itu harus dibuka, apalagi sudah diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung.


"Tidak membuka itu alasannya apa? Ketika tidak mau membuka dia harus jelas. Kalau dia mengatakan bahwa ini informasi dikecualikan misalnya. Nah untuk menetapkan bahwa informasi itu dikecualikan sudah dipenuhi belum mekanismenya. Jadi ada mekanisme uji konsekuensi, kalau badan publik itu ingin menyebutkan bahwa itu informasi yang dikecualikan. Nah meskipun informasi itu dinyatakan dikecualikan oleh si badan publik, tapi jika sudah ada putusan komisi informasi bahwa informasi itu harus dibuka, maka informasi itu harus dibuka," imbuhnya.


Sebelumnya, putusan MA tertanggal 6 Maret 2017 dengan nomor register 121 K/TUN/2017 menetapkan bahwa pemerintah wajib membuka dokumen-dokumen perizinan hak guna usaha perkebunan sawit di Kalimantan. Pemerintah menyatakan tengah mempersiapkan mekanisme pembukaan informasi tersebut, namun bersikeras menolak menyebut pemilik HGU. Alasannya rahasia pribadi seseorang. Hingga berita ini diturunkan, kementerian belum merespon permintaan wawancara KBR.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik dan mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk segera  membuka data  perizinan Hak Guna Usaha (HGU) secara transparan. Manajer Kampanye Keadilan Walhi Pusat, Yuyun Harmono menilai, masih tingginya konflik agraria, menunjukkan program reforma agraria pemerintah melalui Kementerian ATR BPN, dengan membagikan sertifikat tanah, tidak secara utuh menyelesaikan konflik. 


Editor: Rony Sitanggang

  • kelapa sawit
  • konflik lahan
  • putusan MA

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Fatmi fauziah4 years ago

    Yang menghalangi, mempersulit, membantah, perintah presiden untuk kepentingan rakyat banyak, ditenggelamkan aja, seperti kapal asing pencuri ikan diperairan indonesia