BERITA

Dinilai Tak Mau Minggir, Motor Patwal Wakil Ketua MK Sundul Pengendara

 Dinilai Tak Mau Minggir, Motor Patwal Wakil Ketua MK Sundul Pengendara

KBR, Jakarta- Motor pengawal pejabat Mahkamah Konstitusi nekat sundul pengendara mobil. Melalui akun Facebooknya Prasetyo Dewanto mengeluhkan arogansi pasukan pengawalan (Patwal) pejabat. Apalagi dia sudah kali kedua berurusan dengan kendaraan berplat RI 63.


Kejadin kedua ini menurut Pras terjadi pagi tadi pukul 09 WIB di jalan layang Tomang, Jakarta Barat. Saat mengendari kendaraan pelan di sisi kanan lantaran macet, Pras terkejut dengan sirine di belakangnya. Posisi kendaraannya tak memungkinkan untuk menepikan kendaraan baik ke kiri atau ke kanan untuk memberi ruang bagi mobil pejabat itu.


Tiba-tiba terdengar benturan  keras hingga di belakang, Pras lantas turun. Menurut Pras, polisi menubruk kendaraannya lantaran dia dinilai tak mau minggir.



Berikut selengkapnya cerita versi Prasetyo Dewanto:


Arogansi Patwal


Dua (2) kali saya berurusan dengan Pasukan Pengawal (Patwal) pejabat. Kebetulan pejabat yang sama yaitu B 63 RI. Kejadian pertama pada awal tahun 2016 di kemacetan tol Kebun Jeruk. Patwal itu meminta agar saya meminggirkan kendaraan dengan sirene meraung-raung. Posisi saya ada paling kanan sebelah sparator yang tidak memungkinkan minggir ke kanan. Minggir ke sebelah kiri juga tidak mungkin, karena banyak kendaraan. Karena tidak mungkin minggir, saya buka jendela dan berkata "enggak mungkin". Patwal itu dengan keras menjawab "Anda siapa!" (cerita itu sudah saya share di sosial media).


Kejadian kedua pagi ini jam 09.00 (13/02/17) turunan setelah fly over Tomang menuju Cideng sebelum lampu merah jalan Biak. Saya mengendarai perlahan karena memang macet dan mengambil lajur paling kanan. Di depan ada truk ukuran sedang. Mendadak dibelakang ada bunyi sirene di lajur yang sama. Posisi saya ada di depan dua kendaraan pribadi lainnya. Saya tidak mungkin minggir ke kiri karena ada kendaraan, ke kanan mentok sparator. Kalau mau minggir saya menunggu atau mengikuti truk di depan. Baru saja terpikir seperti itu terdengar benturan keras dari belakang, bukan sekali tapi dua kali. Saya menghentikan kendaraan.


Polisi itu dengan pongahnya mengatakan saya tidak mau minggir. Saya minta dia bertanggungjawab, namun dia bersikeras tanya "saya siapa". Emosi hampir tak terkendali, termasuk istri saya. Saling tunjuk muka dengan tepisan tangan. Alhasil tangan saya sedikit terluka. Saya minta agar diselesaikan. Polisi itu menunjuk ke belakang mobil B 63 RI. Jendela dibuka, pejabat itu bilang selesaikan di kantor Mahkamah Konstitusi. Rupanya dia adalah Wakil Mahkamah Konstitusi Dr. Anwar Usman. Saya minta agar istri saya memotret semua pihak.


Akhirnya saya mengikuti ke Mahkamah Konstitusi. Saya dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan di parkir basement. Disana sudah ada patwal tadi yang ternyata namanya Punky (tidak menyebut pangkatnya) dan tiga orang yang memakai baju safari. Orang pertama memperkenalkan diri sebagai atasannya yaitu Iptu Dani (terakhir mengatakan dia juga ajudan) dan Amir (ajudan wakil ketua MK) dan seorang lagi entah siapa.


Mereka meminta saya menceritakan kronologinya. Saya ceritakan kembali dengan menggambarkannya di atas kertas. Patwal itu pun menceritakan alasannya, saya dituduh tidak mau minggir. Saya bersikeras bukannya tidak mau minggir tapi situasinya tidak memungkinkan. Saya meminta kalau mau diselesaikan ke pengadilan ayo silahkan. Terakhir Iptu Dani menyarankan berdamai. Saya bilang oke damai, tapi jelaskan pasal berapa saya melanggar dan pasal berapa seorang patwal berhak menabrakkan kendaraannya ke mobil pribadi yang situasinya tidak memungkinkan untuk minggir.


Iptu itu mengatakan, memang tidak ada peraturannya seorang patwal menabrakkan kendaraannya. Iptu itu kembali menawarkan damai sembari meminta maaf atas kejadian tersebut disertai biaya ganti rugi. Namun ganti rugi itu saya tolak karena bukan tujuan saya. Saya hanya ingin mengetahui apakah dibenarkan dan ternyata jawabannya adalah tidak dibenarkan seorang patwal menabrak mobil pribadi, apalagi ada niat untuk meminggirkan kendaraan.


Alih-alih Patwal itu meminta maaf, dia mengatakan dia harus cepat karena permintaan pejabat yang mau ada rapat (pengadilan). Rekan patwal juga mengatakan kalau rumah patwal itu di Depok dan harus memberi pengawalan pejabat tadi dari Serpong-Mahkamah Konstitusi. Saya menyimak, oke lupakan semua perkataan, karena saya dan patwal sama-sama lelah (saya lelah karena kemacetan, dan patwal lelah karena jauh) sehingga tersulut emosi. Saya minta penegasan sekali lagi, apakah saya salah dan melanggar pasal berapa? kemudian apakah dibenarkan patwal menabrak kendaraan di depannya. Jawabnya sekali lagi, saya tidak salah dan tidak dibenarkan seorang patwal untuk menabrakkan kendaraannya.


Akhirnya saya menerima permintaan maaf dan mengatakan akan menceritakan ini di sosial media agar publik mengetahui. Mereka awalnya tidak memberi ijin. Namun saya bersikeras agar tidak ada lagi arogansi patwal di jalan raya. Akhirnya mereka mengatakan, silahkan pak.

 

  • Wakil Ketua MK Anwar Usman
  • FB Prasetyo Dewanto
  • #netizen

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!