BERITA

KPK: Poin Revisi UU Salah Sasaran

""Ada RUU di DPR tentang perampasan aset. Sampai hari ini juga belum dikerjain. Padahal itu yang akan memperkuat""

Gabriella Ria

KPK: Poin Revisi UU Salah Sasaran
Ilustrasi: Pemimpin KPK dan aktivis antikorupsi gelar aksi pukul kentongan tolak revisi UU KPK (Foto: KBR/Randyka W.)

KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi membantah jika penolakan atas revisi Undang-Undang KPK karena mereka takut kewenangannya dibatasi. Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarief, revisi ditolak karena poin revisi dinilai tidak memperkuat KPK.

Menurut Laode, poin revisi ini salah sasaran jika tujuannya ingin memperkuat.

"Ada RUU di DPR tentang perampasan aset. Sampai hari ini juga belum dikerjain. Padahal itu yang akan memperkuat, bukan Undang-Undang KPK-nya. Jadi kadang saya berpikir, yang gatal yang mana, yang digaruk yang mana," ujarnya saat diskusi publik soal penguatan KPK, Selasa (16/02/2016)


Kata Laode, RUU Perampasan Aset sudah masuk ke Program Legislasi Nasional. Namun hingga kini, tindak lanjutnya belum ada gaungnya. 


Selain itu, Laode juga memaparkan beberapa kelemahan UU KPK saat ini. Ada beberapa kasus yang penanganannya belum diatur yaitu penyuapan di lingkaran sektor swasta dan kasus jual-beli pengaruh. Menurutnya, jika revisi UU KPK memang demi memperkuat KPK, maka hal-hal tersebut lebih mendesak.


Pekan ini, draf revisi UU KPK direncanakan akan diputuskan di rapat paripurna DPR RI.  Namun kemudian, fraksi Demokrat dan PKS berubah sikap mengikuti Gerindra menolak draf revisi.

Pada draf terakhir, ada lima poin revisi utama, yakni soal penyadapan, kewenangan menerbitkan SP3, pembentukan Dewan Pengawas, pengangkatan penyelidik dan penyidik independen, serta larangan Komisioner KPK mengundurkan diri untuk menduduki jabatan publik.


Editor: Rony Sitanggang

  • save kpk
  • Wakil Ketua KPK Laode Syarif
  • revisi UU KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!