KBR68H, Jakarta - Pegiat hak-hak kelompok disabilitas, Hepy Sebayang menilai harapan UNESCO agar pemerintah kota di Indonesia mampu membangun jaringan kota ramah difabel bakal sulit terealisasi.
Pasalnya kata dia, Ibukota Jakarta yang tengah memulai untuk menjadi kota ramah bagi disabilitas pun ternyata gagal mewujudkan sarana publik yang mudah diakses oleh kelompok disabilitas. Ia mencontohkan, jalur trotoar khusus atau konblok bagi tuna netra masih menyulitkan lantaran jalur tersebut tidak steril dari pohon dan tiang listrik.
“Ya bukan hanya rusak tapi trotoar itu justru berbeturan dengan tiang listrik dan pohon. Jadi kalau tuna netra itu jalan di trotoar konblok yang di desain untuk tuna netra pada satu titik ia berbentur pohon. Artinya rancangan dibuat hanya untuk pembuatan tapi tidak dirancang fleksibel untuk tuna netra. Asal jadi saja," ucap Hely Sebayang.
Sebelumnya Lembaga Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan dunia (UNESCO) berharap pemerintah kota di Indonesia mampu membangun jaringan kota ramah difabel. Jaringan kota ini dipandang perlu dalam upaya mempromosikan penghormatan dan pemenuhan terhadap hak-hak penyandang difabel.
Direktur UNESCO Indonesia Hubert Gijzen mengatakan dengan adanya jaringan kota tersebut akan menciptakan lingkungan yang ramah terhadap penyandang difbel. Dia juga berharap partisipasi penyandang difabel dalam pembangunan.
Editor: Antonius Eko