NASIONAL

Wacana Perbedaan Tarif KRL

""Karena kalau itu berhasil, maka subsidi itu bisa kita berikan pada sektor yang lain," ungkap Budi."

Podcast Whats Trending
Podcast Whats Trending

KBR, Jakarta- Belakangan masyarakat +62 diramaikan dengan wacana tarif kereta komuter atau KRL yang mungkin bakal dibeda-bedakan usai Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bilang mau pilah-pilah mereka yang berhak mendapat subsidi. Pasalnya, kata Menteri Budi, cost KRL selama ini merupakan tarif yang telah disubsidi. Menurutnya, biaya semestinya bisa mencapai sepuluh hingga lima belas ribu Rupiah.

"Memang dalam diskusi kemarin dengan pak presiden, kita akan pilah-pilah, mana yang berhaklah yang mendapatkan subsidi. Jadi mereka yang tidak berhak ya harus membayar lebih besar dengan membuat kartu, mereka yang bisa membayar. Karena kalau itu berhasil, maka subsidi itu bisa kita berikan pada sektor yang lain," ungkap Budi, 28 Desember 2022.

Seperti diketahui, pengguna KRL saat ini memang hanya perlu membayar Rp3.000 untuk 25 kilometer pertama dan tambahan Rp1.000 setiap 10 kilometer berikutnya.

Baca juga:

Agar Resolusi Nggak Sekedar Lewat di Tahun Baru

Terlalu Lelah Tuk Ambil Keputusan

Menanggapi statement dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengungkap pihak DPR akan menanyakan dan memperjelas pernyataan soal perbedaan tarif KRL ini. Menurutnya, perbedaan tarif bisa diberlakukan, kalau fasilitas yang diberikan ditingkatkan atau dibedakan.

"Ya saya pikir nanti memang perlu kita perjelas. Mungkin yang disampaikan Menteri Perhubungan itu kan baru sekilas saja. Jadi kita perlu perjelas kriterianya, apakah memang yang dimaksud itu ada pembedaan tarif dan juga pembedaan, misalnya fasilitas. Karena tentunya kalau fasilitasnya berbeda, ya tentunya tarifnya akan berbeda. Nah bahwa kemudian itu yang berbeda itu agak lebih mahal. Ya itu nanti akan kita tanyakan," pungkas Dasco, 29 Desember 2022.

Bagaimana komentar pengamat transportasi soal ini? 

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang menegaskan, transportasi umum harusnya menggunakan satu harga, kecuali ada perbedaan fasilitas atau kelas transportasinya.

"Karena di mana pun, di dunia mana pun, kalau itu satu kelas layanan misalnya, ya tarifnya satu. Tidak ada beda tarif, misalnya si kaya, tarif si miskin, semi kaya, semi miskin ga ada juga. Di mana-mana coba cek ya, kita juga pernah di Jepang, kita juga pernah cek di Eropa, di Hong Kong semua sama tarifnya. Di Korea, di Korea paling ada perbedaan tarif, mungkin yang hanya kelompok mereka yang difabel, lansia, pelajar, anak-anak. Paling itu saja," jelas Deddy.

Meski begitu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang mencatat sejak 2016 tarif KRL belum mengalami kenaikan. Sehingga menurutnya, kenaikan atau penyesuaian tarif tidak menjadi masalah. Namun, bukan dengan membeda-bedakan tarif antarsesama pengguna KRL, karena berpotensi timbulkan kecemburuan sosial.

"Kembali kepada tarif KRL, Tarif KRL mau dinaikkan, sebenarnya juga tidak masalah kok kalau mau dinaikkan. Jadi, pemerintah tidak perlu, gimana ya, takut atau paranoid ini tahun politik, memang nggak perlu. Kalau memang waktunya naik ya harus naik. Kalau bahasa pemerintah penyesuaian, tapi kalau bahasa konsumen atau pengguna itu tarifnya naik. Itu nggak masalah karena salama 2016 tarif KRL belum pernah ada penyesuaian," Kata Deddy

Mau tau lebih lanjut obrolan soal wacana pembedaan tarif KRL? Yuk dengarkan podcast What's Trending di link berikut ini:

  • tarif krl
  • komuter
  • subsidi
  • kemenhub

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!