NASIONAL

PUSKAPA: 34 Persen Dispensasi Perkawinan Anak Karena Hamil

"Ada empat masalah yang melatarbelakangi kehamilan anak sehingga terjadi perkawinan diantaranya, kesulitan hidup"

PUSKAPA: 34 Persen Dispensasi Perkawinan Anak Karena Hamil
Para pelajar membawa poster stop perkawinan anak di depan kantor Gubernur Jawa tengah. Senin (20/11/17). Foto: ANTARA/Aditya

KBR, Jakarta- Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA), Universitas Indonesia menyebut, pengadilan masih memberi dispensasi perkawinan anak, meski berbagai upaya pencegahan terus dilakukan. Peneliti PUSKAPA, Andrea Adhi mengatakan, dari hasil kajian cepat lembaganya bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), presentase terbesar dispensasi karena hamil di luar nikah.

"Kami untuk melakukan kajian cepat ini kami melakukan salah satunya analisis dari hasil putusan. Jadi mungkin kami mengambil keputusan dari website MA Badilag, jadi kami coba cuplik secara cepat memang tidak semuanya. Jadi sekitar total 225 putusan kami analisis, yang kami temukan 34% atau sepertiga dari putusan itu sepertiganya adalah karena alasan anak hamil," kata Andrea dalam Seminar Nasional Hasil Kajian Pencegahan Perkawinan Anak, Kamis (26/1/2023)

Andrea menjelaskan, ada empat masalah yang melatarbelakangi kehamilan anak sehingga terjadi perkawinan diantaranya. Kesulitan hidup di keluarga rentan dan ketiadaan akses pada bantuan pengasuhan.

Kedua, lemahnya ikatan kolektif di dalam keluarga, komunitas, dan kelompok sebaya. Menurut Andrea, dari hasil kajian ini, pemerintah perlu memperkuat akses untuk anak-anak pada layanan dasar dan perawatan sosial, serta menambah kapasitas penyedia layanan.

"Yang ketiga itu tantangan anak dalam menimbang keputusan yang terbaik untuk mereka, jadi berpikir kritis untuk mereka bisa mampu untuk menimbang risiko kehamilan dan juga memutuskan untuk melindungi dirinya itu seperti apa. Dan yang keempat itu adalah sedikitnya kesempatan dan pelibatan kaum muda yang bermakna, sehingga dianggapnya perkawinan itu menjadi dipandang sebagai alternatif, kalau remaja lebih asik menikah saja, itu juga mungkin bisa dilihat juga dari norma sosial juga," imbuhnya.

Baca juga:

Wapres: Tekan Perkawinan Anak dengan Pendekatan Hukum dan Agama

Ini Tanggapan Jokowi Soal Ibu Beri Susu Kopi pada Bayi

Ia menjelaskan, dalam hal pencegahan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah penyusunan kebijakan untuk meningkatkan kapasitas pengasuhan dan akses layanan, menguatkan ikatan sosial dan mengembangkan kemampuan anak.

Kemudian dalam hal pelayanan, Andrea merinci, pemerintah perlu menyusun kebijakan dan tata kelola dari empat layanan, yakni kesehatan fisik (termasuk reproduksi) dan mental, perawatan sosial dan dukungan pengasuhan, pendidikan formal 12 tahun, dan pemberdayaan untuk penghidupan.

"Dari sini mungkin kelihatan bahwa itu semua saling berkelindan satu sama lain. Jadi dari kesehatan fisik, perawatan sosial, pendidikan, serta pemberdayaan itu menjadi satu padu. Jadi ketika anak selesai sekolah mereka jadi mampu untuk melanjutkan hidupnya, mendapatkan sumber penghidupan yang layak," ujarnya.

"Dengan keempat langkah ini anak yang mengalami kehamilan akan mendapatkan dukungan yang komprehensif. Oleh karenanya implikasi negatif pun akan bisa tertangani. Nah dengan layanan berkelanjutan dan kolaborasi berbagai pihak kita akan lebih mudah untuk mencapai tujuan kita bersama mencegah perkawinan anak," pungkasnya.

Editor: Dwi Reinjani

  • perkawinan anak
  • perlindungan anak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!