NASIONAL

Polemik Penerbitan Perpu tentang Cipta Kerja

"KontraS mengecam langkah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja."

Polemik Penerbitan Perpu Cipta Kerja

KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam langkah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Wakil Ketua KontraS, Rivan Lee Ananda mendesak Presiden Jokowi membatalkan Perpu UU Cipta Kerja dan tunduk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyatakan beleid itu inkonstitusional bersyarat, dan meminta aturan tersebut diperbaiki dalam waktu dua tahun.

Selain itu, KontraS meminta DPR menolak langkah presiden dalam menerbitkan perpu tersebut.

Menurut Rivan Lee, penerbitan perpu itu bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menghendaki adanya pembagian kekuasaan serta dibarengi dengan mekanisme check and balances.

"Perpu ini justru malah semakin menunjukkan bahwa pemerintah tidak menyetujui perintah MK agar membuat suatu regulasi sesuai dengan prinsip meaningful participation, terlebih berkaitan dengan regulasi yang memiliki dampak luas bagi masyarakat. Keberadaan ini juga secara tidak langsung menihilkan peran Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan yudikatif dan perannya sebagai guardian of constitution," ucap Rivan kepada KBR, Minggu, (01/01/2023).

Wakil Ketua KontraS, Rivan Lee Ananda menambahkan, dalam aspek substansial, penerbitan perpu juga dinilai tidak didasari hal ihwal kegentingan yang memaksa. Kegentingan yang memaksa adalah salah satu pertimbangan dikeluarkannya perpu.

Alasan Penerbitan Perpu

Perpu tentang Cipta Kerja diterbitkan Presiden Jokowi, di pengujung 2022. Kondisi ketidakpastian ekonomi global jadi alasan Jokowi. Presiden mengklaim, Perpu memberi kepastian hukum bagi investor.

"Dunia sedang tidak baik-baik saja. Ancaman-ancaman risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan kita mengeluarkan perpu, karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum, yang dalam persepsi para investor baik dalam maupun luar. Itu yang paling penting, karena ekonomi kita ini di 2023 akan sangat bergantung pada investasi dan ekspor," ujar Jokowi di Istana Presiden, Jumat, (30/12/2022).

Dalih Pemerintah

Sementara itu, Menko Polhukam, Mahfud MD mengklaim pemerintah harus mengambil langkah strategis untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi global.

Mahfud beralasan, jika menunggu tenggat waktu MK pada akhir tahun depan, pemerintah akan ketinggalan mengantisipasi dan menyelamatkan situasi dalam negeri.

"Pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak seperti misalnya dampak perang Ukraina yang secara global maupun nasional mempengaruhi negara-negara termasuk Indonesia. Mengalami ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, suku bunga, kondisi geopolitik serta krisis pangan," kata Mahfud, Jumat, 30 Desember 2022.

Dalam kesempatan yang sama, menurut Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, keputusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, sangat memengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri.

Kritik dari Parlemen

Kalangan parlemen mengkritik penerbitan Perpu tentang Cipta Kerja. Anggota Komisi Hukum DPR, Santoso mengatakan, substansi perpu mestinya tidak bertentangan dengan konstitusi maupun kehendak rakyat.

“Maka pasal-pasal yang memang sebelum diputuskan oleh MK telah ditentang oleh masyarakat ya harusnya tidak ada lagi dalam perpu,” kata Santoso kepada KBR, Minggu, (1/1/2023).

Anggota DPR dari Fraksi Demokrat, Santoso menolak penerbitan Perpu Cipta Kerja. Ia mengklaim sikap ini didukung tiga fraksi, yakni Demokrat, Nasdem dan PKS.

Namun, kata dia, hingga kini ketiga fraksi belum berkomunikasi ihwal strategi untuk membatalkan Perpu Cipta Kerja.

Inkonstitusional Bersyarat

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 25 November 2021.

Mengutip mkri.id, amar putusan permohonan uji formil beleid itu dibacakan Ketua MK Anwar Usman.

“Menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan'. Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini,” ucap Anwar didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.

Dalam putusannya, MK juga memerintahkan pemerintah menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang tentang Cipta Kerja.

Uji formil UU tentang Cipta Kerja diajukan oleh Migrant Care, Muchtar Said, dan Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatra Barat, Mahkamah Adat Minangkabau.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Perpu tentang Cipta Kerja
  • MK
  • UU Cipta Kerja

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!