NASIONAL

Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Jangan Gugurkan Pengadilan Pelaku

"Menghadirkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat selalu mekanisme yudisial."

HAM Berat

KBR, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah mengapresiasi pengakuan Presiden Joko Widodo atas terjadinya kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Tak hanya itu, Jokowi juga berkomitmen mengupayakan pemulihan hak-hak para korban.

Namun, Anis menyebut, upaya penyelesaian non-yudisial itu tak boleh semata-mata menggugurkan kewajiban pemerintah untuk mengadili pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.

Anis menyebutkan, banyak hak-hak korban yang mesti dipenuhi. "Masih banyak pula korban yang belum terdata, sehingga menjadi pekerjaan rumah untuk penyelesaian non-yudisial tersebut."

Berikut wawancara jurnalis KBR Astri Septiani dengan Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah melalui sambungan telepon, Selasa (17/01/2023):

Bagaimana respons Komnas HAM soal tindak lanjut rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM)? Apa saja hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang harus dipulihkan?

Ya kita apresiasi itu sebagai satu langkah agar tidak ada berhenti penanganan kasus pelanggaran HAM berat ya terutama bagaimana negara memberikan pengakuan yang disampaikan oleh presiden selaku kepala negara akan terjadinya pelanggaran HAM berat itu. Termasuk bagaimana agar dibangun satu mekanisme untuk pemulihan korban sesuai dengan Keppres 17/2022 (tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu).

Berdasarkan Keppres 17/2022 menjadi dasar pemulihan korban, korbannya siapa, itu kan berdasar pada rekomendasi Komnas HAM. Terutama juga Surat Keterangan yang sudah dibuat oleh Komnas HAM yang sudah disampaikan kepada korban ada sekitar 6.000 lebih Surat Keterangan korban yang sudah dikeluarkan oleh Komnas HAM.

Bagaimana ini kemudian ditindaklanjuti untuk kemudian diteruskan bagi para korban itu mendapatkan pemulihan. Nah hak-haknya apa saja? Itu soal psiko-sosial kemudian layanan medis, banyak yang dalam kondisi sakit kemudian dalam kondisi gangguan mental karena traumatik yang panjang kemudian juga dalam kondisi ekonomi yang sangat buruk gitu ya. Tidak ada pekerjaan yang memadai, mayoritas bekerja dengan pekerjaan yang informal sehingga situasi ini untuk didorong agar hak-hak itu diberikan.

Apa ada kemungkinan banyak korban pelanggaran HAM berat masa lalu banyak yang belum terdata? Bagaimana saran Komnas HAM supaya semua korban terdata dan mendapat hak pemulihan seperti rekomendasi tim nonyudisial?

Pasti banyak, 6.200 (korban pelanggaran HAM) itu kan sebagian dari mereka yang sudah diberikan atau dikeluarkan Surat Keterangannya oleh Komnas HAM. Tetapi bahwa banyak diantara mereka yang belum terdata itu pasti itu. Makanya kita juga berharap dalam kesempatan ini ada momentum presiden mengakui pelanggaran HAM berat, kita juga akan berupaya bagaimana semaksimal mungkin menjangkau para korban untuk dapat Surat Keterangan, kemudian mereka mendapat haknya atas pemulihan misalnya bagi keluarga mereka, anak-anak dan keturunan mereka misalnya mendapatkan akses atas beasiswa untuk peningkatan pendidikan gitu termasuk layanan-layanan lain yang dibutuhkan oleh keluarga korban yang selama ini tidak mereka dapatkan.

Pemerintah bakal mengeluarkan inpres dan membentuk satgas untuk menindaklanjuti rekomendasi PPHAM, apa saran dari Komnas HAM? Apa yang harus diatur?

Yang pertama, tentu penting ada asesmen ya. Jadi penyaluran hak-hak korban bentuknya pemulihan ini mesti menjawab kebutuhan mereka. Jadi jangan kemudian ada program yang itu tidak sesuai dengan kebutuhan para korban gitu sehingga harus didahului dengan asesmen kebutuhan-kebutuhan merek itu apa, kebutuhan jangka pendek kebutuhan jangka panjang, termasuk akses-akses bantuan sosial yang selama ini mungkin mereka tidak dapat gitu ya karena mereka terstigma sebagai korban pelanggaran HAM berat gitu.

Jadi kembali asesmen itulah nanti yang bisa didapatkan gitu ya apa saja yang mesti dipersiapkan oleh pemerintah. Sifatnya tidak top down tapi lebih ke bottom up.

Baca juga:

- Presiden Bahas Upaya Penyelesaian HAM Berat dengan Komnas HAM

- Korban Pelanggaran HAM Berat Butuh Keadilan, Tak Sekadar Pengakuan

Apakah proses penyelesaian non-yudisial artinya menggugurkan kewajiban penanganan secara yudisial atau hukum? Lalu bagaimana upaya Komnas HAM mendorong penyelesaian yudisial?

Tentu saja tidak sama sekali. Makanya kita juga ingin mendorong dalam momentum ini agar presiden sekali lagi selain melakukan proses pembentukan kebijakan untuk pemulihan hak korban dan bagaimana juga mestinya mendahulukan untuk proses yudisial. Bagaimana meminta Jaksa Agung untuk sesegera mungkin melakukan upaya-upaya langkah cepat menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM terkait kasus-kasus pelanggaran HAM berat, Komnas HAM kan sudah menyelesaikan penyelidikan 12 pelanggaran HAM berat yang itu sudah disampaikan kepada kejaksaan Agung kemarin juga sudah kita sampaikan dalam pertemuan dengan Presiden, bagaimana agar Presiden memberikan dukungan agar ini bisa ditindaklanjuti melalui proses hukum oleh Kejaksaan Agung sehingga tidak terjadi kemandekan proses hukum untuk kasus pelanggaran HAM berat.

Satu hal, sekali lagi yang selalu didorong Komnas HAM adalah proses hukum pengungkapan kebenaran. Bagaimana menghadirkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat selalu mekanisme yudisial, pengadilan HAM ini yang terus ingin kita dorong dan mendapatkan dukungan politik dari Presiden.

Editor: Fadli

  • Komnas HAM
  • pengadilan yudisial
  • Anis Hidayah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!