NASIONAL

Pekerja Single Bergaji Rp5 Juta Bakal Kena Pajak Penghasilan 5 Persen

"Kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, besaran itu sudah cukup adil, bahkan masih lebih rendah ketimbang ongkos parkir kendaraan."

Pajak Penghasilan
Ribuan pekerja menyelesaikan pembuatan rokok kretek di Desa Megawon, Kudus, Jateng (5/6/2012). (Foto: ANTARA/Andreas Fitri A)

KBR, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, pekerja single bergaji Rp5 juta per bulan atau Rp60 juta per tahun akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 5 persen, yakni Rp25 ribu per bulan.

Kata dia, besaran itu sudah cukup adil. Bahkan menurutnya, besaran pajak itu masih lebih rendah ketimbang ongkos parkir kendaraan.

"Kalau dikurangi PTKP jadi 54 juta, karena single berarti 6 juta dikalikan 5% hanya Rp 300 ribu setahun atau Rp 25 ribu sebulan. Kalau setiap hari kita pipis di toilet umum, lebih mahal kalau pipis di toilet umum, atau kalau setiap hari kita parkir sepeda motor di mal lebih mahal ongkos parkir. Tapi betapa mulianya menjadi pembayar pajak, enggak dihitung anda bayar berapa tapi jadi wajib pajak patuh itu sudah jadi patriot bangsa," ujar Yustinus dalam Diskusi "Reformasi Pajak: On The Track" yang disiarkan daring, Kamis (19/1/2023).

Baca juga:

- Menkeu Sebut Pajak dari Masyarakat untuk Masyarakat

- Ancaman Inflasi di Depan Mata

Yustinus menambahkan, bagi pekerja berpenghasilan Rp5 juta perbulan yang sudah menikah dan memiliki satu anak tidak dikenakan PPh. Dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp63 juta setahun, maka PPh 0 persen. Sementara itu, pertambahan persentase pajak akan diperluas pada lapisan atas kelompok super kaya yang penghasilannya atas Rp5 miliar per tahun yakni sebesar 35% atau naik dari sebelumnya 30%.

Editor: Fadli

  • pajak penghasilan
  • bergaji 5 juta
  • pekerja single

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!