NASIONAL

APBN 2022 Defisit 2,38 Persen

"Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mengalami defisit 2,38 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)."

APBN

KBR, Jakarta - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mengalami defisit 2,38 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan angka ini dinilai lebih rendah dari perkiraannya, yakni sebesar 4,5 persen PDB.

Meski begitu, kata Sri Mulyani, realisasi APBN ini masih bersifat sementara karena belum diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Defisit 2022 ditutup dengan Rp 464,3 triliun. Ini kalau dibandingkan APBN awal yaitu Rp 868 triliun, atau di Perpres 98 di mana defisitnya dicantumkan Rp 840,2 triliun, angka Rp 464,3 triliun ini jauh lebih rendah hampir separuhnya," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).

Menteri Keuangan Republik Indonesia (Menkeu RI) Sri Mulyani menyebut keseimbangan primer tercatat turun drastis dengan defisit Rp 78 triliun dan realisasi pembiayaan anggaran lebih rendah 33,1 persen atau mencapai Rp 583,5 triliun.

"Ini menggambarkan APBN segera akan menyehatkan diri untuk kita selalu siap dalam menjaga perekonomian dan masyarakat," tutur Sri Mulyani.

Baca juga:


Pendapatan negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan sampai Desember 2022 pendapatan negara mencapai Rp2.626,4 triliun atau tumbuh 30,6 persen. Sedangkan belanja negara mencapai Rp 3.090,8 triliun atau tumbuh 10,9 persen.

Pendapatan negara dari penerimaan pajak 2022 mencapai Rp 1.716,8 triliun atau tumbuh 34,3 persen, kepabeanan dan cukai Rp 317,8 triliun atau tumbuh 18 persen, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tembus Rp 588,3 triliun atau tumbuh 28,3 persen.

Kemudian belanja negara, terbagi dalam belanja kementerian dan lembaga (K/L) Rp 1.079,3 triliun atau tumbuh 9,4 persen, belanja non KL Rp 1.195,2 triliun atau tumbuh 47,6 persen, dan transfer ke daerah (TKD) Rp 816,2 triliun atau tumbuh 3,9 persen.

"Jadi belanja negara melonjak atau meningkat dan kenaikannya terutama terjadi pada belanja untuk perlindungan pada masyarakat dalam bentuk subsidi, kompensasi dan berbagai bantuan sosial. Ini lah yang kita sebut APBN sebagai shock absorber," tuturnya.

Editor: Agus Luqman

  • APBN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!