NASIONAL

Lonjakan Kasus Covid, Epidemiolog: PTM 100 Persen Berbahaya

Kasus covid naik, penyemprotan cairan disinfektan di SMP Negeri 18 Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (26/

KBR, Jakarta-  Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyebut kondisi lonjakan kasus omicron saat ini seperti puncak gunung es sebab masih banyak kasus yang tak terlaporkan. Ia menyebut temuan klaster covid-19 di sekolah mengisyaratkan situasi saat ini jauh lebih serius dibanding yang terlihat.

Dicky menilai pemerintah   salah kaprah terkait pembukaan sekolah untuk PTM.

"Yang menjadi masalah, salahnya adalah banyak pemda yang menunda-nunda ketika sekolah harus buka dia menunggu sampai bener-bener. Ya salah. Sementara mall dan sebagainya malah duluan buka. Ini yang salah kaprah. Giliran sekarang tidak aman malah dipaksakan dibuka. Berarti ini tidak berbasis sains, dan ini berbahaya sekali," Kata dia kepada KBR (26/1/22).

Ia menilai, saat ini PTM 100 persen mesti disetop dan kembali ke pembelajaran daring. Pemerintah bisa membuka sekolah kembali ketika kasus covid omicron sudah melandai, diperkirakan sekira pertengahan atau akhir bulan Maret. 


Baca juga:

- Ini Alasan Pemerintah Bersikeras Terapkan PTM di Tengah Tren Kenaikan Kasus Covid-19

- LaporCovid19: Ada Kekosongan Kebijakan Pemerintah dalam Menghadapi Omicron

Ia menyebut kebijakan pemerintah terkait pembukaan sekolah mesti dinamis dan mengacu kepada perkembangan pandemi hingga potensi ke depannya. Dicky juga mengingatkan infeksi omicron pada anak bisa meningkatkan risiko di kemudian hari mulai dari diabetes, gangguan otak, hingga pembuluh darah,

"Pemeritah pusat dan daerah sudah diingatkan, pembukaan sekolah mesti diprioritaskan. Ketika landai aman dibuka, ketika memburuk jangan ditunda penutupannya," pungkasnya

 

Editor: Rony Sitanggang

  • PTM 100 persen
  • Lonjakan Kasus Covid
  • PTM 100 Persen Berbahaya

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!