KBR, Jakarta - Pemerintah diminta tegas memberantas aksi para mafia tanah.
Menurut Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, mafia tanah melibatkan berbagai kalangan, dari mulai tingkat pengambil kebijakan, pelaku lapangan, bahkan hingga ke ranah administrasi.
Dewi juga menilai, tindakan kepolisian dan kejaksaan terhadap pemberantasan mafia tanah, masih terbilang kasuistik dan hanya tebang pilih.
"Adalah justru pemberantasan mafia tanah yang itu memang melibatkan jaringan mafia tanah yang sistematis, terstruktur, terorganisir dan sangat profesional. Di mana itu melibatkan berbagai pihak, misalnya dari mulai pelaku utamanya melibatkan pengusaha dan petinggi pemerintahan yang punya kewenangan dan jabatan. Kemudian ada juga melibatkan pelaku ditingkat lapangan, apakah itu advokat, pemuka agama, Pemerintah Daerah setelah itu Polisi, TNI dan preman kemudian ada juga pelaku di ranah administrasi Pertanahan seperti Notaris dan PPAT," ujar Dewi Kartika dalam webinar, Kamis (6/1/2022).
Dewi mengingatkan, suburnya praktik mafia tanah antara lain didukung oleh sistem informasi pertanahan yang tidak transparan, konflik kepentingan yang erat antara pengusaha dan pejabat pemerintah, serta buruknya sistem administrasi dan kehutanan.
Sepanjang tahun lalu, KPA mencatat terjadi 207 konflik agraria bersifat struktural yang terjadi di 517 desa. Konflik agraria itu melibatkan hampir 200 ribu kepala keluarga.
Baca juga:
- Presiden Minta Polisi Tak Bekingi Mafia Tanah
- Cegah Konflik, Komnas HAM Dorong Reformasi Agraria di Hari HAM Internasional
Editor: Agus Luqman