NASIONAL

Jaksa Agung Akui Ada 370 Buronan Masih Bebas Berkeliaran

370 Buronan Masih Bebas

KBR, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan, ratusan buronan belum berhasil ditangkap oleh jajaran Kejaksaan.

Dia menyebut, hingga 20 Januari 2022 kemarin, tercatat masih ada 370 orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan masih bebas berkeliaran.

"Jumlah DPO yang tertangkap dan belum tertangkap sejak tahun 2018 sampai dengan tanggal 20 Januari 2022 sebagai berikut, jumlah DPO yang berhasil ditangkap sebanyak 667 orang, dan jumlah DPO yang belum berhasil ditangkap sebanyak 370 orang," ujar Burhanuddin dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI, Kamis (27/1/2022).

Jaksa Agung tidak menjelaskan secara rinci siapa saja DPO yang belum berhasil ditangkap tersebut. Akan tetapi, dia mengatakan, bahwa pencarian DPO ini mulai dimasifkan dengan dibentuknya Tim Tangkap Buronan (Tabur) di level Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, terkait pengejaran buronan hingga ke luar negeri, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura yang ditandatangani oleh kedua Kepala Negara pada 25 Januari 2022, akan menggentarkan pelaku tindak pidana.

Sebab, setiap buron yang berada di salah satu wilayah negara dapat dicari oleh negara pemohon, untuk menjalani masa penuntutan atau persidangan dalam urusan pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana.

Indonesia sendiri telah memiliki perjanjian ekstradisi dengan negara mitra sekawasan di antaranya Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong.

Tujuan perjanjian tersebut, salah satunya yakni mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri.

Cakupan Restorative Justice Diperluas

Sementara itu, terkait pemberian "restorative justice" atau prinsip keadilan restoratif, Jaksa Agung menyatakan hal itu tidak diberikan kepada siapa saja. Ada persyaratan khusus agar seorang terdakwa bisa diberikan pengampunan.

Syaratnya antara lain, terdakwa baru melakukan pertama kali, ancaman hukumannya lima tahun, dan kerugian tidak lebih dari Rp2,5 juta.

Jaksa Agung juga menegaskan, perkara yang diselesaikan melalui "restorative justice", adalah perkara yang secara hukum positif sudah dinyatakan lengkap untuk disidangkan.

"Terkait pelaksanaan RJ hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk tujuan atau pemanfaatan yang pragmatis. Seperti misalnya over capasity di Lapas. Namun lebih dari itu, tujuannya pencapaian asas keadilan hukum yang substantif untuk para pencari keadilan. Namun tentunya kami berharap adanya sinkronisasi peraturan dan sinergitas dalam pelaksanaan RJ," ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (27/1/2022).

Baca juga:

17 Tahun Munir, Suci Khawatir Nasib Demokrasi di Indonesia

Temui Jampidum Kejagung, Istri Munir Serahkan Bukti Baru

Burhanuddin juga menuturkan siap memperluas cakupan "restorative justice" atau prinsip keadilan restoratif. Asalkan dilakukan berdasarkan kajian akademis dan ilmiah.

Editor: Fadli Gaper

  • Buronan
  • DPO

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!