NASIONAL

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Racun Maskulin Dalam Jihad (Part 2)

"Racun Maskulin Dalam Jihad"

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Racun Maskulin Dalam Jihad (Part 2)
Ilustrasi Hidup Usai Teror Season 2. (FOTO : KBR)

KBR, Jakarta - Pertemuan Akbar dengan Noor Huda Ismail di sebuah warung Kebab di perbatasan Turki membuat niatan Jihad Akbar menyeberang ke Suriah dan angkat senjata berubah. Jihad Akbar yang semula ingin pegang senjata, biar gagah berubah menjadi pegang pena. Simak selengkapnya di cerita Akbar bagian ke-2.

Saya ketemu sama orang yang bisa kita bilang Guardian Angel. Guardian Angel yang betul-betul diwasilahkan lah oleh Allah, takdir Illahi bisa kita bilang juga. Saya memutuskan untuk tidak jadi berangkat ke Suriah,”


Itu terjadi di tahun 2013/2014. Setelah 2014 pertengahan saya memutuskan untuk tidak jadi pergi kesana, akhirnya saya karena rindu orang tua akhirnya memutuskan untuk pulang ke kampung ketemu orang tua seperti yang diceritakan di film dokumenter Jihad Selfie. Waktu 2014 itu kemudian orang ini adalah…yang Guardian Angel ini namanya Pak Noor Huda Ismail beliau lah Direktur Dokumenter Jihad Selfie. Beliau mengajak saya untuk, ‘nih kita mau bikin film dokumenter begini’. Dia mengajak bagaimana prosesnya, akhirnya terjadilah. Saya menyetujui. Tujuannya apa? Tujuannya untuk mengajak semua anak-anak muda untuk lebih berpikir kritis. Untuk mengajak juga orang tua untuk lebih melihat anak-anaknya. Itu yang bisa saya ambil inti utamanya, karena itu lah saya setuju. Kemudian film itu 2016 keluar, ya seperti inilah.

Apa sih kilas balik setelah gak jadi pergi ke sana? Setelah memutuskan untuk pulang ke rumah, melanjutkan sekolah. Bagi pribadi saya sendiri adalah setiap orang pasti mempunyai masa lalu. Tapi jadikan masa lalu itu adalah suatu sejarah yang bisa kita ingat untuk memotivasi kita untuk menjadi lebih baik. Be the best and let God do the rest. Di sekitar kita, masih banyak yang membutuhkan itu menurut saya sendiri. Mungkin dengan membantu orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita, mungkin itu di mata Allah lebih mulia daripada berjihad dengan angkat senjata. Kita gak pernah tau, hanya Allah yang tahu. Hanya Tuhan yang tahu.

Berjihad dengan pena itu yang mungkin sedang saya lakukan. Mungkin saya akan bercerita sedikit, apa itu ber-jihad dengan pena, yang saya lakukan sekarang. Mungkin kalau bisa ditarik, saya kasih tantangan kepada teman-teman semua. Berikan 3 kata yang bisa mendeskripsikan pribadi anda. Kalo misalnya boleh saya berikan contoh, kalo misalnya orang ingin kenal dengan saya, berikan 3 kata. Apa itu? Saya Teuku Akbar Maulana. Saya Hafidz. Scientist dan Badminton. Jadi apa maksudnya? Jadi saya Hafidz, saya tahu agama. Saya hafal Al-Qur’an belajar agama, belajar apa yang saya inginkan. Kemudian saya scientist, jadi belajar tentang ilmu-ilmu dunia, ilmu alam, ilmu sosial tentang science. Kemudian badminton, jadi saya sehat, badan saya bugar, saya selalu memperhatikan kesehatan. Karena menurut saya untuk menjadi the real man, kita harus mempunyai good character, cool dan capable to do anything. Jadi bisa melakukan apapun.

Sekarang saya juga sedang mencoba untuk bermanfaat untuk orang banyak. Ya memang tidak ada manusia yang sempurna, tetapi kita berusaha untuk menjadi yang terbaik. Berusaha belajar. Saya upgrade diri saya sendiri dengan belajar, dengan mencari pengalaman ke banyak orang, dengan mencari pengalaman ke banyak tempat.

Saya juga setelah memutuskan untuk mengcancel untuk pergi ke Suriah ternyata sangat banyak yang direncanakan. Skenario-skenario dari Allah yang ingin disampaikan melalui kita. Salah satunya saya memberikan pengalaman, bercerita tentang masa lalu kita untuk orang-orang biar bisa sadar. Contohnya seperti kalau misalnya saya ada diundang tahun 2018 oleh Presiden Singapura, untuk bertemu Presiden Singapura dan memberikan sedikit cerita itu sharing.

Kemudian diundang UNODC. Saya juga diundang oleh UNESCO untuk bercerita tentang Education 2030, dihadiri oleh 350 negara. Setiap orang dikasih panel-panel nya masing-masing. Setiap negara ada perwakilannya, berbicara ‘Apa sih yang harus kita lakukan untuk menuju Pendidikan 2030 ke depan?’. Salah satunya saya juga menceritakan pengalaman, menceritakan sedikit apa yang bisa kita pikirkan, apa yang kita perlu lakukan, sekarang dengan tema ‘transformative engagement’.

Seperti itu dengan tema Transformative Engagement ini setelah memutuskan untuk tidak pergi kesana saya bersama tim. Salah satunya kami melakukan di daerah kami sendiri untuk kami membuat Yayasan. Yayasan yang dengan bertema Tahfidz Qur’an, tetapi tidak mengesampingkan pelajaran-pelajaran, saya tidak mengesampingkan olahraga. Jadi Tahfidz Qur’an kita kedepankan, tapi kita meletakkan disitu science. Itulah ilmu-ilmu dunia, ilmu alam. Kemudian kita meletakkan disitu olahraga. Disitulah bakat minat kita. Ada memanah, basket, bola, dan sebagainya.

Ya kalo bisa kita seorang muslim, kalo misalnya seseorang itu mempelajari tentang Islam secara kaffah, secara keseluruhan, dia tidak akan berpikir yang aneh-aneh, dia tidak akan berpikir yang keras-keras. Pasti mereka akan menghormati sesama umat beragama dan mereka akan hidup sangat rukun. Yang saya tahu, Islam itu adalah damai. Kita sampaikan Assalamualaikum yang artinya apa? May peace be upon you. Salam sejahtera untukmu.

Apa tujuan membikin yayasan di daerah adalah agar orang-orang di sekitar kita lah tahu untuk apa mereka hidup. Agar orang-orang di sekitar kita merasakan bahwa kita ini sangat bermanfaat untuk orang banyak. Jadi kita selalu melakukan yang terbaik bagi umat masa depan.

Karena apa yang dikatakan oleh Professor Daisaku Ikeda di dalam bukunya, ‘The World Is Yours to Change’ perbedaan antara orang nomor 1 dan orang biasa, manusia normal hanya satu. Orang-orang nomor 1 ini tidak berpikirkan untuk apa mereka hidup. Tetapi orang nomor 1 ini memikirkan mereka hidup adalah untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk generasi emas yang akan datang. Dengan kurikulum, dengan ide, dengan pemikiran. Yang paling penting pola pikir, mindset. Itu sangat penting.

Yayasan itu kita bikinnya bukan karena apa, kita ingin mengubah pola pikir orang-orang terutama di daerah saya sendiri. Dimulai dari yang saya bikin ini tingkat SMA. Tingkat SMA ini adalah masa transisi-yang pengalaman kami sendiri, masa transisi untuk masuk ke 17 (tahun) ke atas. Jadi ketika itu, mereka benar-benar dipersiapkan untuk menjadi the best leader untuk orang banyak.

Jadi dalam 3 tahun itu betul-betul kita godok, betul-betul kita bikin kurikulumnya, pattern nya baru menurut pemikiran kita, research juga. Jadi ketika mereka lulus, cita-cita kita mereka itu bukan hanya bisa tau agama saja. Tetapi ketika mereka lulus dia siap agama-nya, dia siap karakter-nya, dia siap ilmu alam-nya, dia siap olahraga-nya. Tapi waktu ketika mereka lulus, ketika mereka disentil sama hal-hal negatif, dia tidak goyang. Kenapa? Karena mereka sudah mempunyai pondasi. Jadi kami menciptakan pondasi dan pola pikir yang sangat luar biasa. Dan memang disamping itu kita juga masih terus belajar dan belajar.

Dan kami juga membuka untuk tahap awal ini juga tingkat TK. TK, SD, SMP, ya seperti inilah amal sholeh. Kita membuka TK. TK itu adalah mimpi masa depan lagi. Jadi betul-betul bagaimana mereka harus kita godok, harus kita didik. Ya dari ayunan ya… sampai ke liang lahat seperti yang dikatakan di mahfudzot, Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilal Lahdi. Betul-betul kita persiapkan dari kecil,jadi ketika mereka SMA, ketika mereka Kuliah mereka sudah sangat matang. Jangan sampai orang-orang yang generasi setelah kita merasakan hal sama seperti yang kita lakukan. Tapi kalau bisa mereka lebih lagi, beyond generations.

Kemudian saya juga ada sedikit menulis buku bersama Astrid itu yang judulnya ‘Boys Beyond The Light’. Itu terinspirasi dari Film Jihad Selfie secara fiksi. Saya sendiri merasakan kami sangat banyak kekurangan, oleh karena itu kita terus belajar dan belajar. Berusaha untuk bermanfaat untuk orang banyak dengan cara apapun. Dari yang paling kecil sampai yang paling besar. Membantu orang, mengambil duri di jalan, mungkin itu juga sangat bermanfaat untuk orang banyak seperti kata di hadits.

Mungkin itu juga bermanfaat untuk orang banyak, meskipun itu kecil. Tersenyum. ‘Tersenyum kamu di depan saudaramu adalah sedekah’. Tersenyum aja kita udah sedekah, apalagi yang lain, kita berbuat baik yang lain. Kemudian yang terakhir boleh saya sampaikan, dengan saya membatalkan keinginan niat untuk pergi ke sana, saya bersyukur bisa membanggakan bangsa, negara dan agama dan terutama bisa membanggakan orang tua dengan apa yang saya kerjakan orang tua. Terima kasih, Wassalam.

Kamu baru saja mendengarkan kisah Akbar, cerita mengenai Akbar juga didokumentasikan ke dalam Film Jihad Selfie yang dirilis tahun 2016 disutradarai Noor Huda Ismail. Kami ingin mendengar komentar-mu atas cerita Akbar. Kamu bisa kirimkan melalui email di [email protected] atau DM kami di Instagram @KBR.id. Di episode berikutnya akan hadir cerita Dwi (bukan nama sebenarnya) yang membuka ladang Jihad-nya di Indonesia. Sampai jumpa.

Dengarkan juga : Racun Maskulin Dalam Jihad (Part 1)

  • #podcast
  • #hidupusaiteror
  • #suriah
  • #isis
  • #deradikalisasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!