NASIONAL

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Manipulasi Panggilan Jihad a la ISIS (Part 2)

HIDUP USAI TEROR Season 2 : Manipulasi Panggilan Jihad a la ISIS (Part 2)

KBR, Jakarta - “Perang udah dimana-mana. Bukan hanya dengan pemerintah, tapi udah sampai satu sama lain ikut berperang. Pada saat itu aku mikir, udahlah, udah cukup. Time to say goodbye. Jadi, yaudah aku memutuskan untuk pulang,”

Kamu mendengarkan Hidup Usai Terror. Di Season ke 2 ini, KBR berkolaborasi dengan ruangobrol.id. Kami menghadirkan kisah anak muda, bekas simpatisan ISIS dan returnee dari Suriah.

Sekembalinya di Indonesia, Wildan menikah dan menetap di Indramayu, Jawa Barat. Tetapi 2 tahun kemudian, Wildan ditangkap Tim Densus 88. Dia divonis bersalah karena terlibat organisasi teroris ISIS dan dihukum 5 tahun penjara.

2 Oktober 2019, Wildan dibebaskan setelah mendapatkan remisi dan hukumannya diubah menjadi 3 tahun 9 bulan. Konsep Jihad Wildan pun berubah sejak peristiwa itu. Simak bagian ke-2 cerita Wildan.

Waktu balik ya udah kita balik aja lewat perbatasan. Ya udah kita berangkat. Proses pulang itu 2 minggu-an kalo gak salah. Engga, sama sekali gak ada susahnya. Gampang malah. Dan kita pulang pun ya dari perbatasan Ilis ke Gaziantep, dari Gaziantep kita naik pesawat ke Istanbul. Di Istanbul kita nunggu sehari karena pesawatnya baru ada besok, dan kita bayar denda keterlambatan, tiduran di bandara, besoknya berangkat, ya udah pulang ke Indonesia.

Balik dari sana 2014-an, jadi waktu itu langsung ke Indramayu. Kan nikah kan, nikah, pindah ke Indramayu, ya udah kita lepas. Kita gak ada komunikasi apapun dengan yang lainnya, karena yang kembali cuma 3 orang, sisanya udah pada meninggal. Ya udah gitu.

Tapi ketika aku di dalam penjara ya, itu hikmahnya banyak sekali, dan disitu aku oh ternyata orang tua ku sayang ya sama aku. Nah itu udah mulai ada kesadaran diri, Oh, ternyata semua ini karena aku selalu memandang dari satu sisi aja. Gak memandang dari sisi yang lain.

Mungkin dari segi usia juga mulai mendekati mendekati kedewasaan ya jadi secara naluriah kita lebih banyak berpikir daripada mengkufuri nikmat yang sudah Allah berikan, termasuk orang tua. Mungkin karena salahku kali ya, aku gak pernah perhatian. Akhirnya itu jadi menyalahkan diri sendiri. Gitu sih.

Kalo sekarang ini ya kita…yang berlalu udahlah berlalu.. time is going on. Jadi ya udah, pada saat itu ya kita harus diwajibkan untuk memegang senjata. Dan hari ini aku diwajibkan untuk menyuarakan sebuah perdamaian.

Sebuah perdamaian itu harus.. apa ya… kalo dulu kita menjadi juru peperangan, kalo sekarang kita berusaha untuk menjadi juru damai. Dengan cara itu kita bisa melihat dari dua sisi yang berbeda untuk mencari jalan keluar di tengah-tengahnya. Kalo sekarang nih aku liat demo-demo, kaya ‘ayo kita harus berperang’ aduh… ini lebih lucu daripada OVJ. Ini lucu sekali gitu lho.

Ada banyak hikmah kali ya. Jadi kita sebagai orang Indonesia itu harusnya banyak bersyukur. Kita disini bebas beribadah, kita bebas melakukan apa saja. Barang-barang murah, makanan enak, pecel 4 ribu udah kenyang. Luar biasa sekali.

Tidak akan ada orang yang bisa menghargai sebuah kedamaian kecuali orang-orang yang pernah berperang. Aku jamin, aku pastikan itu. Orang yang belum pernah berperang dan pengennya- biasanya orang-orang yang omong besar itu mentalnya kecil. Dan orang yang selalu menginginkan berperang, sejatinya mereka belum pernah merasakan bagaimana pahitnya sebuah pertempuran. Bagaimana kita melihat korban-korban bergeletakan. Mereka gak tau itu semua, yang mereka inginkan hanya untuk memuaskan hasrat pribadi saja.

Makanya kan, aku menyampaikan dimanapun, aku selalu bilang kedamaian itu adalah hal yang sangat mahal bagi orang yang pernah merasakan sakitnya pertempuran. Tidak ada orang yang bisa menghargai sebuah perdamaian kecuali orang yang pernah merasakan pahitnya perang. kedamaian itu untuk meningkatkan prestasi.

Ajaran-ajaran radikal yang di Indonesia itu adalah ajaran yang dimodifikasi sendiri oleh orang Indonesia disana yang notabene-nya disana aja mau dieksekusi lho. Tapi disini malah tumbuh subur.Mereka mau dieksekusi karena pemahamannya yang cukup ekstrim.

Bahkan aku pernah menemui yang mengatakan, ‘selain orang yang hidup di negeri Syam, semua akan dihukum kafir, wow banget. Dan itu tumbuh subur lho, serius. Maka itu lah edukasi-edukasi seperti itulah yang harus kita berikan kepada masyarakat.

Sedangkan Rasulullah itu diutus untuk menyempurnakan Akhlak. Akhlak dulu yang harus diperbaiki. Aku belajar akhlak itu 20 tahun lho dari kelahiranku, 20 tahun aku belajar akhlak. Dari mulai ngomong ngebantah sama orang tua sampai ketika orang tua berbicara cuma ‘Iya, Ma’ sekalipun itu gak enak kepada kita. 20 Tahun. Anak sekarang? ‘Jihad masuk surga woy’, gak semudah itu kawan. Jihad itu gak semudah itu.

Emang Jihad itu adalah pahala yang paling besar di sisi Allah. Tapi mencapai bab itu gak semudah itu. Orang yang berperang dianggap sebagai hero itu hisabnya lebih parah. Dihadapan Allah ditunjukkan ‘Apakah kamu berperang karena Allah?’, ‘Iya aku berperang karena Allah’, Allah mengatakan ‘Nggak, kamu bohong. Kamu berperang supaya dikatakan berani’, dimasukkan ke neraka. Mampus.

Jadi anak-anak sekarang maunya instan, sedangkan proses untuk itu semua gak ada yang instan. Lihatlah para sahabat-sahabat, gak ada yang instan. Bilal, bagaimana dia di taruh batu di dadanya. Tuh sahabat kayak gitu. Trus kita yang sholat Subuh nya jam 6 pagi ya kan? berharap dengan jihad masuk surga? Ayolah surga itu gak semudah itu.

Bukan berarti orang yang jihad itu pasti masuk surga, enggak. Di Suriah, kita itu harus hati-hati. Orang yang berJihad itu satu kaki di surga satu kaki di neraka. Dia terpeleset dengan riya, dengan berbangga diri, abis neraka udah.

Nah terus kita disini ‘Oh enaknya jihad’. Pola pikir seperti itu yang harus kita benahi. Allah itu Ar-Rahman. Maha Pengampun. Bahkan jika seandainya pun kita gak masuk surga karena jihad, masih ada pintu yang lain. Berbakti kepada orang tua, atau kita memiliki sahabat yang baik yang sholeh, itu juga bisa.

Aku ketika udah pulang ke Indonesia kan ada berita yang luar biasa ‘WHY?’ gitu lho. Jadi yang mengatakan nanti disana hidupnya enak, dapet mobil, dapet rumah. Itu bertolak belakang dengan kondisi lapangan yang kita alami. Ya kita tidur di dalam kubur, menghadapi suhu salju yang sangat-sangat ekstrim, yang tidak pernah kita rasakan di Indonesia. Jadi, kebanyakan orang termakan dengan itu semua.

Niatnya aja udah salah. Ya ya udah, niatnya kan ada yang memang berniat untuk ber-jihad. Ada yang berniat untuk menjadi medic, paramedic. Ada yang niatnya menjadi dermawan istilahnya (dengan) ngasih duit ke Suriah buat pengungsi segala macem.

Tapi yang sangat aneh itu niatnya itu kesana untuk dapat rumah, mobil dan fasilitas lainnya. Ya ini aneh sekali, medan perang yang mengerikan malah pengen dapat rumah segala macem. Jadi itu kontras sekali gitu. Karena disana pada saat aku disana- ya jauh beda. Dan gak ada itu yang namanya, harus dikasih rumah lah, dikasih mobil, enak banget.

Hah… kita aja disana udah sampe -13 sampai -16 derajat. Salju se-dada. Kita tidur biar hangat itu gali kubur. Jadi terus generasi-generasi yang mau instan ini dikasih iming-iming kaya gitu dan mereka percaya! itu kek.. wow… goblok banget.

Jadi ya apa ya kita sebagai orang Indonesia malu sih ya. Orang-orang disana pun ketika aku bilang ‘Aku anak Indonesia’ orang-orang disana gak ada yang percaya, kamu bukan orang Indonesia.

Setelah keluar dari penjara itu ada yang namanya sanksi sosial ya hahaha. Jadi sanksi sosial pasti lah. Kita sholat nih, trus dijauhin. Bahkan kalau dari masyarakat sendiri ya, gak terlalu peduli, tetep kita dianggap baik. Tapi yang bermasalah dalam komunitas Arab sendiri, kita itu kaya dianggap-bahkan dalam pernikahan aja susah. Serius.

Jadi, ya aku pengen bilang sih, kalo hal-hal yang kaya gitu itu, membuat seseorang itu- untung aku bisa menang melawan diri ku sendiri. Jika seandainya aku kalah melawan diri ku sendiri, habislah orang itu. Makanya aku berusaha untuk..apa ya… forgiveness, jadi kaya memberikan maaf. Misal nih ada orang, ‘Eh Wildan tuh, awas jangan deket-deket’.

Ya udah aku selalu menanamkan dalam diriku, ‘Ya udah lah, kan dia gak tau apa apa’, masa iya kita harus berdebat sama orang yang gak tau apa-apa. Tapi yang selalu dibilang sama orang tua ku dan kakakku, ‘Mungkin di luar nanti kehidupan lebih kejam dari pada di dalam. Tapi sekejam apapun kehidupan, siapapun yang ngata-ngatain kamu, jangan pernah membalas. Tapi tunjukkanlah dengan akhlakmu yang baik’. Dan itu manjur.

Jadi dikatain apapun, bahkan orang yang ngata-ngatain akupun sekarang adalah orang yang aku bantu paling pertama. Aku adalah orang yang bantu dia paling pertama. Jadi dia sampai ‘Aku minta maaf ya’, ya udah mau diapain lagi. Ada kalanya perbuatan buruk itu dibalas dengan perbuatan baik, itu jauh lebih sakit daripada keburukan kita balas keburukan. Unfaedah. Ini sih, dan itu sih yang bahaya dari judgement itu. Ada orang yang kalah, ya dia akan kumat lagi, karena dia merasa diasingkan lho.

Pola pikir dalam masyarakat tuh harus dibenahi untuk masalah terorisme itu. Kemudian edukasi itu penting. Karena setiap orang berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua. Kalau kita tidak mengampuni otomatis kita rampas hak-hak ar-Rahman nya Allah. Ya kan? Berat lho. Aku sering mengatakan kepada diriku sendiri gini ‘Dulu kita menjadi sampah, suatu hari kita akan menjadi berlian yang akan dibutuhkan oleh negeri ini’.

Ya dari yang aku pelajari sih yang kembali ke jaringan segala macem, itu pertama memang karakter. Yang kedua, karena pola masyarakat yang mengasingkan. Yang ketiga, karena faktor ekonomi, ada faktor ekonomi. Yang keempat karena keluarga.

Nah makanya kan karakter itu bisa diubah dengan sebuah prinsip kekeluargaan. Misalnya ada orang baru bebas, nah kita harusnya masyarakat ‘Oh ayo sini sini… pengen kerja apa?’, itu mungkin lebih bisa memanusiakan dia. ‘Oh ternyata aku keluar dianggap baik lho, masih diperlakukan dengan baik’. Jadi dia untuk melakukan perbuatan lagi pun mungkin gak ada.

Jadi banyak hal yang harus kita edukasi, terutama masyarakat tentang bagaimana orang-orang yang baru kembali itu. Belum apa-apa orang yang baru kembali-misalnya ya ada orang bebas karena PB (Pembebasan Bersyarat), itu kan ada filtering yang dilakukan BNPT, ya kan? Dan lain-lain. Lalu ada assessment di dalamnya, orang ini layak atau enggak. Jadi gak serta-merta orang mau PB ‘Oh iya. Langsung PB kaya Napi Umum’, enggak. Tapi ada assessment. Ini sudah melalui assessment yang tepat.

Jadi ada orang yang udah bebas karena PB trus dia kembali ke masyarakat, ada aja orang yang bilang ‘Hati-hati kamu sama dia’, nah itu lah yang membuat dia yang awalnya udah ‘Udahlah gak mau ngapa-ngapain lagi’ begitu dapat judgement seperti itu akhirnya lagi. Itu mungkin harus diedukasi lagi karena itu jadi tanggung jawab kita bersama.

Judgement itu yang membuat persepsi anak-anak muda menjadi benar. Dari yang awalnya false menjadi true. Misal nih ada anak dari organisasi Islam tertentu, trus ada anak lewat ‘Oh kamu pake celana cingkrang, kamu nih teroris’. Nah orang itu gak sadar, orang itu gak paham apa yang dikatakan anak-anak ini itu akan dianggap benar oleh anak ini. Ketika anak ini melakukan sebuah aksi, misalnya pengeboman, ya jangan salahkan anak ini dong. Salahkan orang-orang komunitas ini yang suka nya ngejudge tanpa mau memberikan solusi.

Kalo seseorang itu mau nge-judge, sebelum dia ngejudge kasih solusi dulu dong, dekati dulu dong. Nah ini yang sering dilakukan di negara +62, judgement itu diutamakan daripada memberikan solusi, itu yang salah.

Orang yang liat spoiler di Youtube misalnya, wah ‘Pertaubatan Anggota ISIS’ itu sebelum dia liat videonya udah komentarnya udah macem-macem. Nah itulah ciri orang yang gobloknya sampe ke akar gitu lho. Enggak ngasih solusi tapi maunya nge-judge. Orang-orang begini orang-orang yang gak bisa bangun negara. Justru orang-orang kaya gini adalah orang-orang penghancur dalam negara. Karena dia akan men-judge berdasarkan persepsi yang bagi dia adalah benar.

Pihak LP pun tidak pernah memaksa. Malah kita bebas disuruh milih kita mau gimana, tapi mereka mengarahkan.. karena waktu itu aku di Jombang ya, jadi orang-orang ini baik-baik, nah itu lah, jadi kalo kita liat begitu kan ‘Wah ini kok baik semua?’, jadi kita dianggap sebagai keluarga. Malah waktu di Jombang itu aku diperlakukan baik sekali, tidak ada unsur kekerasan, tidak ada bentak membentak. Akupun sebagai seorang narapidana pada waktu itu, berusaha untuk tahu batasan-batasan yang ada.

Kalau rencana aku pengen yang pertama mungkin punya channel Youtube yang bersifat edukasi. Karena itu yang aku rasa pada zaman ini, itu yang efektif. Yang kedua, fokus ke keluarga dan terutama saat ini kan sering ke sekolah-sekolah buat mengedukasi. Usaha juga.. sekarang punya usaha jamu yang udah tembus Amerika sama Kuala Lumpur. Suatu hari nanti pengen punya Yayasan Yatim Piatu, setidaknya ketika aku udah gak di dunia ini lagi amalanku masih terus berlangsung,”

Kamu baru saja mendengar kisah Wildan. Cerita ini merupakan episode terakhir Hidup Usai Teror Season ke-2. Kami ingin mendengarkan komentar-mu atas kisah Wildan dan juga kisah lainnya yang hadir dalam Season ke-2 Hidup Usai Teror. Kamu bisa kirimkan melalui email di [email protected] atau DM kami di Instagram @kbr.id. Sampai jumpa di Season berikutnya.

Dengarkan juga : Manipulasi Panggilan Jihad a la ISIS (Part 1)

  • #podcast
  • #hidupusaiteror
  • #ruangobrolid
  • #deradikalisasi
  • #suriah
  • #isis

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!