Article Image

NASIONAL

Dilema Pinjaman Online, Dimaki tapi Diminati

KBR, Jakarta- Pinjaman online di masa pandemi bak oase di tengah padang gurun bagi para pencari dana. Pencairan uang yang mudah menjadi daya tariknya. Namun, ada risiko gagal bayar karena bunga harian yang mencekik. 

Contohnya Asih yang terjerat utang pinjol puluhan juta karena tak sanggup bayar pinjaman dan bunga. 

"Pertama aku pinjem satu aplikasi, terus saya bingung, terus saya pinjam lagi. Akhirnya punya berapa aplikasi. Dari Home Kredit kalau kita bayar tinggal Rp23 juta, yang di Akulaku lupa, soalnya sudah lama," ujar Asih.

Di lain pihak, perusahaan pinjol juga banjir cacian soal sistem penagihan yang intimidatif. Asih dan banyak konsumen lain yang diteror penagih utang tiap hari, bahkan sempat mengalami kekerasan verbal.

"Teleponnya tidak berhenti-berhenti. Mau malam mau siang pokoknya setiap menit. Pokoknya mereka bicaranya sudah beda, sudah bukan bahasa manusia lagi. Katanya gini, foto ibu tuh yang minjem di online, lebih dari wajah monyet," jelas perempuan asal Tangerang Selatan itu.

Baca juga: Siap-Siap Era Bank Digital

Tangkapan layar

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pun turun tangan. Aduan warga soal pinjol mengalir deras. Pengacara publik Jeanny Sirait mengatakan, lembaganya sudah mengadvokasi kasus pinjol sejak 2018. Ia mendesak pemerintah dan DPR mengeluarkan aturan untuk melindungi nasabah.

"Beberapa kali kami melakukan engagement, risalah kebijakan, tapi kok nampaknya tidak ada tindak lanjut dari lembaga-lembaga negara terkait. OJK punya tanggung jawab untuk melaporkan kinerjanya ke DPR berdasarkan pasal 38 UU OJK. Pun harusnya DPR RI punya tanggung jawab di situ, tapi ga dikerjakan juga. Presiden menurut pasal 38 UU OJK punya tanggung jawab pengawasan terhadap OJK," terang Jeanny.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rahmat Aryo Baskoro menyebut, wajar jika pinjol berbunga tinggi sebab sumber pinjaman dana datang dari investor. Dengan sistem peer-to-peer lending perusahaan bisa langsung meminjamkan uang ke nasabah. Namun sebagai kompensasinya, bunga yang dipatok tinggi. 

"Karena kan tidak ada asesmen atau penilaian seperti sistem perbankan. Itu dikompensasi oleh platform pinjaman online ini dengan memberikan bunga yang relatif lebih tinggi dari perbankan," kata Aryo.

Baca juga: Kelola Paylater Anti Kalap-Kalap Club

Dosen UI Rahmat Aryo Baskoro (Foto: dok pribadi)

Meski pinjol dikepung masalah, banyak investor yang tertarik guyur duit di sana. Salah satunya Dani Rachmat, Financial Enthusiast. Ia terarik karena return dari investasi di pinjol hampir sama dengan di saham. 

"Lumayan menjanjikan ya dibanding duit kita nganggur di deposito atau tabungan.Jadi kalau yang didapat bisa 12%-14% di fintech lending. Sementara di tabungan mungkin 0 sekarang ya, deposito sekitar 3-3,25%. Ada beda belasan persen di situ, 10 - 11 persen. Tapi mesti diingat high risk, high return," ungkap Dani.

Mau tau obrolan lengkap soal pinjaman online? Klik aja episode 17 "Dilema Pinjaman Online, Dimaki tapi Diminati".