BERITA

Virus Nipah, Kelelawar dan Ekosistem Alam

Virus Nipah, Kelelawar dan Ekosistem Alam

KBR, Jakarta- Ilmuwan menyarankan manusia menghindari interaksi langsung dengan kelelawar untuk mencegah tertular virus Nipah.

Peneliti Mikrobiologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sugiyono mengatakan kelelawar merupakan satwa inang pembawa virus Nipah.

Kelelawar ini berjenis Pteropus berukuran besar, berbeda dengan jenis kelelawar yang jadi inang virus korona SARS-Cov-2.

Kelelawar pembawa virus Nipah biasanya hidup di kawasan Asia, seperti Malaysia, Indonesia, India, dan Bangladesh. Di Indonesia, Sugiyono memperkirakan kelelawar jenis ini banyak muncul di daerah Sumatera, yang secara geografis dekat dengan Malaysia.

Menurut Sugiyono, menghindari interaksi merupakan salah satu cara efektif mencegah penularan. Selain itu, manusia juga diminta tidak merusak alam sehingga tidak mengganggu habitat mereka.

"Ada beberapa faktor yang menyebabkan kelelawar ini bisa berekspansi ke populasi manusia gitu ya. Misalkan saja penebangan hutan atau deforestasi, kemudian penambangan. Yang pada intinya mengakibatkan habitat mereka menjadi terancam kan. Berarti memang mereka tidak punya rumah lagi, ya memang dikhawatirkan nanti mereka bisa berekspansi ke populasi manusia gitu. Dan ini tentunya sangat berisiko sekali ya. Karena nantinya juga meningkatkan risiko interaksi, (kemudian) meningkatkan risiko transmisi penyakit juga ke manusia," kata Sugiyono kepada KBR melalui sambungan telepon, Kamis (28/1/2021).

Penularan Virus Nipah

Peneliti Mikrobiologi dari LIPI Sugiyono menjelaskan, penularan virus Nipah biasanya terjadi karena ada transmisi dari kelelawar ke manusia. Bisa dalam bentuk kontak langsung seperti menyentuh.

Dalam beberapa kasus, penularan juga terjadi karena manusia memakan buah yang sudah terkontaminasi dengan liur kelelawar.

Namun dalam kasus lain, penularan bisa terjadi melalui perantara babi yang terkontaminasi virus. Sehingga babi-babi tersebut menularkan ke para peternak yang mengakibatkan gangguan pernapasan. Kasus seperti ini terjadi di Malaysia pada 1998.

Sugiyono menyarankan agar manusia menghindari kontak langsung dan tidak memakan buah-buahan yang sudah digigit kelelawar. Kalaupun kadung bersentuhan dengan kelelawar, disarankan untuk langsung membersihkan diri.

Sebab kata dia, satwa-satwa macam kelelawar dan tikus, merupakan hewan liar yang dikenal menjadi inang dari virus atau bakteri.

"Yang pertama hindari itu dulu. Kalaupun terpaksa berinteraksi dengan mereka, langsung lakukan langkah preventif seperti mandi dan membersihkan diri," sarannya.

Peran Kelelawar dalam Ekosistem Alam

Meski berisiko membawa virus, Sugiyono meminta masyarakat tidak membunuh atau membasmi kelelawar. Sebab mereka mempunyai peranan penting dalam ekosistem alam.

"Tidak ada jaminan juga ketika menyentuh kelelawar kemudian tidak sakit. Kita anggap saja, hewan-hewan ini adalah hewan yang berisiko dan kita pun harus berhati-hati ketika berinteraksi dengan mereka," ujarnya.

"Tapi, walaupun mereka berisiko, untuk kelelawar jangan dibunuh atau jangan dibabat habis juga. Karena mereka secara ekologis juga punya peranan di alam, seperti proses penyerbukan bunga, menyebarkan biji, dan lain sebagainya," tambahnya.

Virus Nipah kini menjadi perhatian dunia untuk diwaspadai. Virus ini berpotensi menjadi pandemi seperti Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukan Nipah ke dalam salah satu patogen yang diidentifikasi sebagai ancaman kesehatan.

Editor: Sindu Dharmawan

  • virus nipah
  • kelelawar
  • LIPI
  • Sugiyono
  • virus
  • Genus Pteropus

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!