BERITA

Aduan UU ITE, Ini Alasan Polda Sumbar Langsung Tangkap Aktivis HAM Sudarto

Aduan UU ITE, Ini Alasan Polda Sumbar Langsung Tangkap Aktivis HAM Sudarto

KBR, Jakarta-    Polda Sumatera Barat  menyangkal adanya kejanggalan terkait mekanisme penangkapan Direktur Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang Sudarto. Jubir Polda Sumatera Barat Stefanus Satake Bayu Setianto beralasan penangkap dan penetapkan Sudarto sebagai tersangka tanpa pemanggilan lebih dahulu, karena sudah ada bukti.

"Karena ada pelaporan, kemudian ada bukti-bukti, dan memenuhi unsur untuk dilakukan penangkapan, bisa dilakukan penangkapan. Dia melaporkan saja, melaporkan terus kemudian kita carikan bukti. Buktinya ya, itu yang ada salah satunya,  informasinya sih dari Facebooknya, kemudian laptopnya. Makanya itu diamankan, jadi ada laptop yang diamankan yang untuk menyebarkan Facebooknya. Ada handphonenya juga," lanjutnya.


Jubir Polda Sumatera Barat Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan Sudarto meresahkan masyarakat Dharmasraya terkait persoalan pelarangan perayaan natal. Kata dia, tidak ada pelarangan ibadah. Menurutnya perayaan natal di dharmasraya berjalan lancar. Sehingga Sudarto dianggap menyebarkan berita bohong. 

Kepolisian Sumbar menangkap Sudarto pada Selasa (7/01) pukul 13:30 WIB. Juru Bicara Polda Sumatera Barat Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan  ada seorang ninik mamak atau tokoh masyarakat Dhamasraya melaporkan Sudarto.

"Waktu itu  sebelum natalan itu kan ada situasi yang menganggap bahwa masyarakat Dharmasraya itu ada pelarangan merayakan ibadah, tidak benar itu. Akhirnya dari pihak masyarakat di sana, ada salah satu melaporkan Pak Sudarto. Setelah dilakukan penyelidikan, kemudian adanya data-data, kemudian ada gelar dan penyampaian juga dari saksi ahli menyatakan bahwa adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pak Sudarto itu. Akhirnya tadi dilakukan penangkapan kepada yang bersangkutan," kata Stefanus kepada KBR, Selasa (7/1/2019).


Jubir Polda Sumatera Barat Stefanus Satake Bayu Setianto menyebut, Sudarto dikenakan pasal 45 A ayar (2) juncto pasal 28 ayat (2) Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tetang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Kepolisian menjadikan postingan Facebook Sudarto sebagai bukti. Karena dianggap mengandung unsur SARA. Stefanus mengatakan postingan Sudarto dari tanggal 14 sampai 29 Desember dipersoalkan.

Sebelumnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendesak pembebasan Aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang, Sudarto. Wakil Direktur LBH Padang sekaligus kuasa hukum Sudarto, Indira Suryani menyebut penangkapan Sudarto menyalahi mekanisme penangkapan.

Indira mengatakan Sudarto ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka tanpa surat panggilan sebelumnya.

"Di kasus ini kan terkesan sangat tergesa-gesa. Jadi  kasus ini sebenarnya dilaporkan di Polsek itu tanggal 29 Desember 2019. Sejak itu mas Darto tidak pernah ada pemanggilan dari polsek, lalu diambil alih oleh Polres Dharmasraya dan juga kemudian Polda Sumbar. Jam 11 kemudian ada 8 orang polisi yang datang ke kantor Pusaka dan langsung melakukan penangkapan dengan surat perintah penangkapan. Tanpa terlebih dahulu ada surat pemanggilan terhadap mas Darto," ujar Wakil Direktur LBH Padang sekaligus kuasa hukum Sudarto, Indira Suryani kepada KBR, Selasa (07/01).


Indira mengatakan, Sudarto tidak menyebarkan berita bohong terkait pembatasan perayaan natal di Dhamasraya.


"Sebenarnya ini sudah dilaporkan ke Bupati Dhamasraya, sama teman-teman Pusaka dengan surat lalu juga dilaporkan ke Komnas HAM perwakilan provinsi Sumatera Barat. Sehingga Komnas HAM mendesak bupati untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan cara bermusyawarah," pungkasnya.


Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan akan mengajukan praperadilan terkait kasus ini. Indira mengatakan hal ini tidak adil bagi aktivis HAM, Sudarto.

Pada Selasa (07/01/2020) siang, kepolisian Sumbar menangkap Sudarto, Direktur organisasi HAM Pusaka  berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/77/K/XII/2019/Polsek pada  29 Desember 2019. Sudarto dijerat dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik.

Pelapor bernama atas Harry Permana merasa terkejut melihat postingan Sudarto yang bilang ada pelarangan ibadah natal. Menurut dia, surat Walinagari mengatakan tidak ada pelarangan ibadah yang ada dilarang membawa jemaah dari luar Sikabau untuk beribadah.


Editor: Rony Sitanggang

  • tahun baru 2020
  • perayaan natal
  • larangan ibadah natal
  • Direktur Pusaka Sudarto
  • natal 2019

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!