RUANG PUBLIK

Liput Kekerasan Seksual, Jurnalis Pers Kampus Raih Penghargaan Oktovianus Pogau 2019

""Citra dan Thovan berani lakukan liputan yang sulit serta peka tentang kekerasan seksual di kampus. Harapannya, liputan ini akan mendorong usaha serupa di kalangan media, umum, maupun mahasiswa.""

Liput Kekerasan Seksual, Jurnalis Pers Kampus Raih Penghargaan Oktovianus Pogau 2019
Ilustrasi. (Foto: Creative Commons)

Yayasan Pantau memberikan penghargaan Oktovianus Pogau 2019 kepada Citra Maudy dan Thovan Sugandi dari Balairung Press, lembaga pers kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (31/01/2019).

Citra Maudy adalah mahasiswa sosiologi UGM kelahiran Sidoarjo 1998. Ia bergabung dengan Balairung sejak 2016 sebagai reporter kemudian menjadi redaktur pelaksana pada 2017.

Sedangkan Thovan Sugandi adalah mahasiswa filsafat UGM kelahiran Jombang 1996. Thovan bergabung dengan Balairung sejak 2015. Pada 2018, ia ditunjuk sebagai redaktur serta berperan menyunting laporan Citra.

Penghargaan Oktovianus Pogau 2019 diberikan kepada mereka berdua atas keberaniannya meliput kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus UGM.

Juri untuk penghargaan ini adalah Alexander Mering (Gerakan Jurnalisme Kampung di Kalimantan Barat, Pontianak), Coen Husain Pontoh (Indo Progress, New York), Made Ali (Jikalahari, Pekanbaru), Yuliana Lantipo (Jubi, Jayapura) dan Andreas Harsono (Human Rights Watch Indonesia).

Dalam rilisan persnya, ketua dewan juri penghargaan Pogau, Andreas Harsono, menjelaskan, “Citra dan Thovan berani lakukan liputan yang sulit serta peka tentang kekerasan seksual di kampus. Harapannya, liputan ini akan mendorong usaha serupa di kalangan media, umum maupun mahasiswa, guna membela para korban kekerasan seksual dan mencari keadilan,” ujar beliau.


Pelecehan Seksual di Kampus

Pada 5 November 2018 Balairung menerbitkan laporan berjudul Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan serta Malang Melintang Pelecehan Seksual di Kampus.

Laporan tersebut menyoroti kasus pelecehan seksual yang menimpa Agni (nama samaran seorang mahasiswi UGM) saat ia mengikuti kuliah kerja di Pulau Seram, Maluku, pada Juni 2018.

Di samping memberi pembelaan pada korban, laporan ini juga mengkritisi sikap kampus yang saat itu dinilai tidak serius dalam merespon aduan pelecehan seksual. 

Dalam laporannya Citra Maudy menulis, "Pelaku menyingkap baju Agni dan menyentuh serta mencium dadanya. Tidak berhenti di sana, ia juga menyentuh dan memasukkan jarinya pada kemaluan Agni. Pada titik di mana Agni merasakan sakit pada kemaluannya, ia akhirnya memberanikan diri untuk bangun dan mendorong HS menjauhi dirinya."

Laporan tersebut berhasil menarik perhatian masyarakat luas. Berbagai bentuk dukungan bermunculan, salah satunya lewat sebuah petisi yang ditandatangani 252.895 orang, mendukung agar Agni mendapat keadilan.

Sejumlah media lokal dan nasional juga terdorong ikut menerbitkan berita tentang dugaan kekerasan seksual di kampus-kampus lain seperti di Bali, Bandung, Depok, Jakarta, dan Yogyakarta.

Berkat laporan Balairung Press, serta sejumlah media massa, kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus yang sebelumnya jarang disorot mendapat perhatian publik.

Kampus UGM membentuk Komite Etik untuk memeriksa kasus ini dan melaporkannya ke kepolisian.

Dalam siaran pers yang diterima KBR, Andreas Harsono mengatakan, “Yayasan Pantau menghormati pemeriksaan yang dilakukan polisi maupun Universitas Gadjah Mada. Namun kami juga percaya pelecehan seksual adalah gejala yang mengkuatirkan di berbagai kampus di Indonesia. Kami menghargai keberanian Citra dan Thovan terlepas hasil dari pemeriksaan terhadap kasus ini."


Penghargaan Oktovianus Pogau

Penghargaan Oktovianus Pogau adalah penghargaan untuk keberanian dalam jurnalisme. Penghargaan ini pertama kali diberikan Yayasan Pantau pada tahun 2017, tepat satu tahun setelah kematian Oktovianus Pogau, wartawan asal Papua barat yang dikenal kritis dan berani menyuarakan persoalan daerahnya.

Menurut Coen Husain Pontoh, nama Pogau dijadikan sebagai penghargaan karena, "Dia berasal dari etnik minoritas. Yang lebih penting dia berani mempertaruhkan nyawanya untuk melaporkan peristiwa-peristiwa yang tidak berani dilaporkan oleh wartawan lain menyangkut kekerasan militer dan polisi di Papua serta kondisi Papua sesungguhnya."

Oktovianus Pogau lahir di Sugapa pada tanggal 5 Agustus 1992. Ia meninggal di usia 23 tahun pada 31 Januari 2016 di Jayapura.

Pogau adalah pendiri sekaligus editor dari portal berita online 'Suara Papua'. Pada Oktober 2011 ia menjadi wartawan pertama yang melaporkan insiden kekerasan aparat negara terhadap ratusan orang Papua dalam gelaran Kongres Papua III di Jayapura. Dalam insiden tersebut tiga orang meninggal, dan lima orang dipenjara dengan vonis makar.

Pogau sering menulis tentang pembatasan hak liputan wartawan internasional di Papua Barat. Dia juga memprotes pembatasan terhadap wartawan beretnik Papua.

Menurut Yayasan Pantau, Pogau jugalah yang secara tak langsung membuat Presiden Jokowi pada Mei 2015 memerintahkan birokrasi Indonesia menghentikan pembatasan wartawan asing dalam meliput Papua Barat. Sayangnya, sampai saat ini perintah tersebut belum dipenuhi.

Penghargaan Oktovianus Pogau perdana tahun 2017 diberikan kepada Febriana Firdaus, jurnalis lepas yang biasa membuat liputan untuk media internasional seperi Time dan BBC. Sedangkan pada tahun 2018 penghargaan ini diterima Citra Dyah Prastuti yang kini memimpin redaksi KBR. 

Editor: Agus L Amsa

  • oktovianus pogau
  • penghargaan pogau
  • Kekerasan Seksual
  • yayasan pantau

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!