BERITA

MK Tolak Dua Uji Materi Pasal Makar, Namun Tetap Ingatkan Pemerintah

MK Tolak Dua Uji Materi Pasal Makar, Namun Tetap Ingatkan Pemerintah

KBR, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dua gugatan uji materi pasal makar dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 

Dua gugatan tersebut diajukan oleh lembaga Institut untuk Reformasi Sistem Hukum Pidana (Institute for Criminal Justice Reform/ICJR) dan sejumlah warga asal Papua.

Dalam putusan gugatan, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna---mewakili sembilan Hakim MK---menilai aturan tentang makar masih dibutuhkan. Ia mengatakan negara perlu dilindungi dari kejahatan yang ingin memerkosanya. 

Selain itu I Dewa Gede juga berpendapat, permohonan yang diajukan pemohon tidak berlandaskan hukum.

"Permohonan pemohon tidak berlandaskan menurut hukum, berdasarkan UUD Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2017 Tentang Perubahan, amar putusan menolak untuk permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata I Dewa Gede Palguna saat membacakan putusan, di Gedung MK Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Meski begitu, MK juga mengingatkan pemerintah terkait menerapkan pasal makar. Keberadaan aturan soal makar sebaiknya tidak sampai mengganggu kebebasan publik. 

Baca juga:

Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan yang digugat oleh sejumlah warga asal Papua mengatakan, dalil para pemohon tentang pemberontakam dan permufakatan jahat untuk melakukan makar dan pemberontakan yang diatur dalam Pasal 108 dan 110 KUHP tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

"Pokok permohonan pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 UU No. 1  Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana tidak dapat diterima. Kedua, menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Arief saat membacakan putusan MK.

Pengurus ICJR Syahrial Wiriawan Martanto bersama rekan-rekannya untuk menguji norma Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b dan Pasal 140 KUHP tentang makar.

Pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Erasmus Napitupulu selaku kuasa hukum Pemohon menilai tidak ada kejelasan dari definisi kata 'makar' dalam KUHP yang merupakan terjemahan dari kata "aanslag". 

Menurut Erasmus, makar bukan bahasa lndonesia yang dipahami, melainkan dari bahasa Arab, sedangkan aanslag artinya serangan.

Erasmus mengatakan tidak jelasnya penggunaan frasa aanslag---yang diterjemahkan sebagai makar---telah mengaburkan pemaknaan mendasar dan aanslag. 

Uji materi juga diajukan sejumlah warga Papua, terdiri atas Hans Wilson Wader, Meki Elosak, Jemi Yermias Kapanai alias Jimi Sembay, Pastor John Jonga, Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua yang diwakili Pdt. Dr. Benny Giay dan Yayasan Satu Keadilan yang diwakili Sugeng Teguh Santoso selaku Ketua. Mereka menggugat pasal 104, 106, 107, 108, dan 110 KUHP.

Iwan Kurniawan Niode, selaku kuasa hukum warga Papua mengatakan, selama ini banyak aktivis prodemokrasi di Papua yang bergerak memperjuangkan hak-hak demokrasinya tetapi ditangkap dan diadili berdasarkan pasal-pasal tersebut.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • pasal makar
  • uji materi pasal makar
  • ICJR
  • reformasi sistem hukum pidana
  • aturan makar
  • KUHP
  • putusan Mahkamah Konstitusi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!