BERITA

Aturan Ekspor Konsentrat, Ombudsman Pelajari Laporan Dugaan Maladministrasi

""Pemeriksaan terhadap prosedur penerbitan Peraturan Menteri maupun PP nya sendiri. Paling lama 14 hari setelah diregister dan kita sudah harus jalan," "

Aturan Ekspor Konsentrat, Ombudsman Pelajari Laporan Dugaan Maladministrasi
Ilustrasi: Tambang Freeport di Papua. (Foto: Antara)


KBR, Jakarta- Ombudsman Republik Indonesia memastikan bakal memproses langsung laporan   dugaan adanya  maladministrasi dalam proses pembuatan aturan tentang kegiatan usaha mineral dan batu bara (minerba) yang baru. Anggota Ombudsman bidang Ekonomi II, Alamsyah Saragih mengatakan, maksimal 14 hari setelah semua persyaratan laporan diserahkan kepada Ombudsman.

Salah satu syarat yang paling penting kata dia, pelapor harus menyurati Kementerian ESDM dan Presiden mengenai keberatan atas dugaan mal administrasi ini.

"Menurut kami itu masuk kedalam kewenangan kita yah dan kemudian kita akan menerimanya. Tetapi tetap harus masuk dalam proses laporan setelah itu akan diregistrasi dan selanjutnya kita akan memanggil para pihak untuk melakukan klarifikasi. Termasuk pemeriksaan terhadap prosedur penerbitan Peraturan Menteri maupun PP nya sendiri. Paling lama 14 hari setelah diregister dan kita sudah harus jalan," ujarnya kepada wartawan di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (23/01).


Kata dia, pihak yang akan dipanggil di antaranya seperti Kemenkum HAM, Kemenko Perekonomian, Kementerian ESDM, dan lainnya. Yang menjadi titik berat hal yang dikonfirmasi adalah apakah   dalam proses pembuatan aturan itu telah melibatkan masyarakat atau tidak.

Kata dia, apabila nantinya ada kesalahan prosedur dalam penerbitan aturan tersebut, maka pihaknya bisa merekomendasikan untuk mencabut aturan tersebut.

"Kalau aturan menteri kita bisa berikan rekomendasi. Dan rekomendasi itu sifatnya mengikat  serta ada sanksi kalau tidak dijalankan. Meski sanksinya hanya teguran, saya rasa kalau menteri ditegur lalu diramaikan oleh media, itu akan berdampak juga, menteri kan jabatan politis," ucapnya.


Sebelumnya, Koalisi Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam melaporkan Pemerintah kepada Ombudsman RI terkait penyusunan dan penerbitan PP 1/2017, Permen ESDM 5/2017 & Permen ESDM 6/2017 soal relaksasi izin ekspor pertambangan mineral baik untuk ekspor bahan mentah (ore material) maupun konsentrat.


Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam, Ahmad Redi  menduga ada mal administrasi dalam penyusunan PP dan Permen tersebut. Kata dia, hal itu terbukti dengan keduanya diterbitkan pada hari yang bersamaan. Padahal kata dia, secara undang-undang, permen dibuat harus melalui beberapa tahap, di antaranya pelibatan masyarakat.

PMK Bea Keluar Mineral

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan aturan tarif bea keluar mineral konsentrat yang baru sudah hampir kelar. Sri memperkirakan, ketentuan yang berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) itu bisa terbit pekan ini.

Meski begitu, Sri enggan membocorkan besaran tarif bea keluar baru untuk mineral tersebut.

"Rasanya sudah hampir final. Kemarin pembahasan dengan Kementerian ESDM sudah sampai level teknis di kami, disampaikan sesuai surat Menteri ESDM. Baik dari sisi bagaimana menentukan rate dari bea keluar ataupun hubungan penentuan tarif dengan kemajuan pembangunan smelter. Bagaimana indikatornya, bagaimana hubungan dengan rate-nya. Nanti kami akan keluarkan. (Pekan ini?) Mudah-mudahan," kata Sri di kantornya, Senin (23/01/17).


Sri mengatakan, ketentuan tarif bea keluar ekspor konsentrat mineral tetap akan dibuat bertingkat atau progresif, sesuai dengan capaian pembangunan smelter oleh perusahaan. Dia berkata, bea keluar ekspor mineral akan menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).


Saat ini ada tiga layer bea keluar, yakni 0 persen, 5 persen, dan 7,5 persen, tergantung dari capaian pembangunan lokasi pemurnian mineral atau smelter. Ketentuan yang berlaku saat ini, untuk perusahaan dengan capaian smelter 0 sampai 7,5 persen bakal dikenai bea keluar 7,5 persen, capaian 7,5 sampai 30 persen akan dikenai bea keluar 5 persen, sedangkan capaian smelter di atas 30 persen, tak akan dikenai bea keluar. Namun, Sri membuka peluang layer tarif itu mengalami perubahan, meski hasil akhirnya menunggu penerbitan PMK tersebut.


Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyatakan tujuan utama merevisi ketentuan ekspor konsentrat mineral dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2017, yang merupakan revisi dari PP nomor 1 tahun 2014, adalah untuk meningkatkan penerimaan negara. Kata Jonan, setelah penerapan PP nomor 1 tahun 2017 ini, dia akan bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk merevisi bea keluar untuk mineral yang diekspor. Dia menargetkan, tarif bea keluar itu maksimal 10 persen, dari yang yang saat ini berlaku 5 persen.


Editor: Rony Sitanggang

  • izin ekspor konsentrat
  • Anggota Ombudsman bidang Ekonomi II
  • Alamsyah Saragih
  • Menteri Keuangan Sri Mulyani
  • Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam
  • Ahmad Redi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!