BERITA

Peneliti Hukum Sarankan KLHK Kejar Tanggung Jawab Sinar Mas Grup

"Dalam perusahaan ada pertanggung jawaban terbatas namun ketika ada kejahatan maka perusahaan induk tetap harus bertanggung jawab."

Wydia Angga

Peneliti Hukum Sarankan KLHK Kejar Tanggung Jawab Sinar Mas Grup
Ilustrasi. Upaya pemadaman Karhutla di Ogan Ilir, Sumsel. Foto: Antara

KBR, Jakarta- Peneliti hukum sektor kehutanan AURIGA, Syahrul Fitra mengatakan pemerintah dapat meminta perusahaan induk PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Sinar Mas Group,  meski tuntutannya kalah di Pengadian Negeri (PN) Palembang. 

Desember lalu, PN Palembang menolak gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap PT BMH senilai Rp7,8 triliun karena diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan.

"Walaupun limited liability. Dalam perusahaan ada pertanggung jawaban terbatas namun ketika ada kejahatan maka perusahaan induk tetap harus bertanggung jawab. Kita bisa menyasar dengan UU Lingkungan Hidup, atau UU P3H, berhubungan dengan hutan dengan UU Kehutanan, UU Tindak Pidana Korupsi, UU pencucian uang kita bisa menyasar ke Induknya. Pencucian uang paling kuat, ketika tindak pidana kejahatan asal adalah kehutanan atau lingkungan kita bisa sasar aliran uang kemana perginya. Saya yakin itu bisa dilakukan," kata Syahrul, Rabu (6/1/2015)

Syahrul menambahkan, berdasar putusannya, hakim dinilai tidak mempertimbangkan Peratutan Menteri Lingkungan Hidup no 14 dan 15 tahun 2012. Padahal itu jadi standar acuan untuk melakukan valuasi ekonomi ekosistem hutan disana. 

Hakim, kata dia, juga tidak pertimbangkan PP 71 tahun 2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dan malah berdalih bahwa tidak ada hutan lindung yang dirusak di sana. 

Editor: Malika

  • Sinar Mas Grup
  • PT BMH
  • Peneliti hukum sektor kehutanan AURIGA
  • Syahrul Fitra
  • Karhutla
  • perusahaan pembakar lahan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!