BERITA

Kemen LHK Klaim Penerbitan AMDAL Kereta Cepat Sesuai Prosedur dan Aturan

"KLHK pastikan prosesnya berjalan sesuai aturan."

Kemen LHK Klaim Penerbitan AMDAL Kereta Cepat Sesuai Prosedur dan Aturan
Ilustrasi. Miniatur kereta cepat dalam sebuah pameran di Jakarta. Foto: Antara

KBR, Jakarta- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim proses penelitian dan izin AMDAL kereta cepat sudah sesuai prosedur. Direktur Jenderal Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan San Afri Awang mengatakan proses AMDAL dimulai dari penelitian dan keterangan pendapat para ahli terkait dampak pembangunan kereta cepat tersebut. Meskipun kata dia, proses penerbitan AMDAL lebih cepat dari waktu yang sudah ditentukan. Namun dia memastikan prosesnya berjalan sesuai aturan.

"Tidak terlalu cepat, saya hitung 42 hari, kan ketentuannya 52 hari. Masa tidak boleh kami lebih cepat. Masih diberi kompensasi waktu 1 bulan untuk memberi masukan jika masih ada yang tertinggal yang memang itu diduga berdampak penting. Jika dalam 1 bulan itu ada masukan dari masyarakat termasuk masukan dari pak Widodo Sembodo, itu kita lihat di dokumen RKL RPL. Kalau ternyata sudah ada di RKL RPL apa yang menjadi perhatian masyarakat ya sudah, kalau belum ya kita ubah RKL RPL nya," jelas Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang juga menjabat Ketua Tim Penilai Amdal, San Afri Awang kepada KBR, Kamis (21/1/2016)


San Afri Awang yang juga menjabat Ketua Tim Penilai AMDAL menambahkan, pihaknya membuka kesempatan kepada masyarakat, ahli untuk memberikan masukan kepada lembaganya selama 1 bulan ini terkait dampak lingkungan, hukum, sosial terkait pembangunan kereta cepat tersebut. 

Editor: Malika

  • Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
  • KLHK
  • Drijen Planologi
  • amdal
  • San Afri Awang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!