NASIONAL

Pemerintah Sepakat HPP Kedelai Petani Rp 7,000 Per Kg

"Pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai di kisaran harga Rp7000 per kilogram."

eli kamilah

Pemerintah Sepakat HPP Kedelai Petani Rp 7,000 Per Kg
kedelai, HPP

KBR68H, Jakarta - Pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai di kisaran harga Rp7000 per kilogram. Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah sudah memulai swasembada kedelai dengan terus menggenjot produksi kedelai petani hingga dua kali lipat. Sehingga ketergantungan impor akan menurun. Menurut Hatta, keputusan tersebut sudah disampaikan pula ke Bulog dalam rapat kabinet.

“Khusus untuk kedelai maka kita merampungkan perpresnya, sudah selesai. Kedua tadi ditetapkan kedelai kita bertekad untuk swasembada. Agar swasembada terjadi harus ada stabilitas harga pada petani. Kita beli pada harga tertentu keekonomiannya sekitar 7000 sehingga nilai tukar petaninya cukup, setiap importir harus membeli seluruh punya petani itu, terutama bulog, nah kekurangannya diimpor melalui importir terdaftar diatur melalui kemendag.”kata Hatta Rajasa di kantor Kemenko, Rabu, 30/01/2013.

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi menambahkan, pemerintah bakal menstabilkan HPP kedelai setiap bulan. Sehingga untuk petani akan diamankan jangan sampai anjlok dan untuk pengerajin tidak terlalu tinggi. Sebelumnya Forum Komunikasi Koperasi Perajin Tahu-Tempe Indonesia (FKKPTTI) mendesak pemerintah segera merilis Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai. Penetapan harga kedelai molor hingga setengah tahun sejak krisis kedelai terjadi tahun lalu. Ini bertujuan agar petani bergairah menanam kedelai dan mengurangi ketergantungan pada impor. Pasalnya dari konsumsi kedelai nasional yang mencapai 2,6 juta ton, petani hanya mampu menproduksi 40 persennya saja.


  • kedelai
  • HPP

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!