KBR68H, Jakarta - Penangkapan terhadap 23 nelayan tradisional di Kabupaten Langkat, dinilai salah sasaran. Presidium Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Wilayah Sumatera, Tajruddin Hasibuan mengatakan, puluhan nelayan yang ditangkap justru ingin menjalankan aturan dengan mengusir kapal besar pengguna pukat harimau tarik ganda. Sebelumnya, pemerintah telah melarang penggunaan alat tangkap ikan jenis ini karena merusak ekosistem laut.
“Yang membuat kerusuhan itu adalah mentok juga dari aparat begitu, itu pemicunya begitu. Pengusaha yang besar dilindungi kemudian ketika nelayan tradisional yang menentukan sikap untuk melakukan penertiban toh di kriminalisasi. Yang jelas kita mendesak pembebasan 23 nelayan tradisional yang di kriminalisasi. Ada kawan-kawan yang mendengar bahwa Kapolda marah dan langsung mengucapkan kapolda siap perang. Siapa perang sama siapa? Sama rakyat? Kita juga heran Kapolda beraninya sama rakyat kecil tapi sama pengusaha takut yang jumlah sedikit tapi mereka mempunyai uang yang cukup untuk membeli institusi negara ini,”jelasnya.
Presidium KNTI Wilayah Sumatera, Tajruddin Hasibuan juga menuding Kepolisian Langkat, Sumatera Utara telah bermain mata dengan pengusaha kapal besar. Pasalnya, hanya nelayan tradisional pengusir kapal besar yang ditangkapi.
Sebelumnya, sekira seribu nelayan tradisional asal Perlis, Serapuh, Jaring Halus, Kuala Gebang di pesisir Kabupaten Langkat, mengusir kapal penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap pukat harimau tarik ganda. Mereka juga membakar alat penangkap ikan tersebut. Aksi nelayan tradisional sempat mendapat perlawanan dari orang-orang yang bekerja di kapal besar tersebut. Akibatnya, seorang nelayan tewas. Sementara seorang lagi dilaporkan hilang.
KNTI: Stop Kriminalisasi Nelayan
- Penangkapan terhadap 23 nelayan tradisional di Kabupaten Langkat, dinilai salah sasaran.

NASIONAL
Kamis, 24 Jan 2013 19:10 WIB


kriminalisasi nelayan, langkat
Recent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 11
Kabar Baru Jam 10
Kabar Baru Jam 8
Kabar Baru Jam 7
Survei Sebut Mayoritas Masyarakat Ingin Pandemi Jadi Endemi