RAGAM

Merayakan Ibu Nusantara, Pahlawan Kita Semua

"Isu yang menjadi krusial adalah tantangan dari adanya perlakuan diskriminatif kepada perempuan sebagai dampak dari adanya kultur patriarki, bahkan kepada para pahlawan perempuan sekalipun."

Mahareshi Unggul

Merayakan Ibu Nusantara, Pahlawan Kita Semua
Seminar nasional Komnas perempuan bertema “Merayakan Ibu Nusantara, Pahlawan Kita”

KBR, Jakarta - Komnas Perempuan mengadakan acara seminar nasional yang bertema “Merayakan Ibu Nusantara, Pahlawan Kita”. Seminar ini diadakan dalam rangka menyambut peringatan Hari Pahlawan Nasional, khususnya merayakan kiprah dari para tokoh pahlawan perempuan nasional.

Seminar dihadiri oleh seluruh komisioner Komnas Perempuan beserta jajarannya dengan mengundang enam pembicara , yakni; Rena Asyari (Pengajar), Olivia Salampessy (Wakil Ketua Komnas Perempuan), Lia Anggia Nasution (Dosen), Ita F. Nadia (Ketua RUAS), R. Azmi Abu Bakar (Pemilik Museum Peranakan Tionghoa), hingga Martha Hebi (Aktivis Perkumpulan SOPAN Sumba Timur). Amira Hasna Ruzuar (Badan Pekerja Komnas Perempuan) bertindak selaku moderator. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani berkenan memberikan sambutan dalam acara ini.

Isu yang menjadi krusial dalam setiap pemaparan adalah tantangan dari adanya perlakuan diskriminatif kepada perempuan sebagai dampak dari adanya kultur patriarki, bahkan kepada para pahlawan perempuan sekalipun. Rekam jejak mereka tidak banyak didokumentasikan, mengingat hal inilah yang menjadi faktor dari banyaknya perempuan pahlawan yang dibunuh secara sejarah, jasanya dihilangkan dari catatan kemerdekaan, gerakannya pun dihilangkan dari sejarah perjuangan.

Beberapa dari perempuan pahlawan tersebut yakni Lasminingrat, Monia Latualinya, Setiati Surasto, Auw Tjoei Lan, Tamu Rambu Margaretha dan Boetet Satidjah.

Lasminingrat. Dengan mengajar, menyadur, bahkan mendirikan sekolah menjadi wujud dari kiprahnya dalam memperjuangkan hak kaum perempuan untuk berperan aktif di ruang publik, visinya jelas, menjadikan perempuan untuk berstrategi, merdeka, dan memiliki kesempatan. Melalui sastra, Lasminingrat memiliki tanggung jawab untuk memberi pengetahuan pada anak-anak agar memiliki kepekaan.

Monia Latualinya, srikandi Hatuhaha dengan perannya yang melekat sebagai Kapitan Alaka merupakan wujud konkrit seorang perempuan yang memiliki kiprah dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Semangat dan keberaniannya yang sangat tinggi turut mengobarkan semangat bagi para lelaki maupun perempuan Hatuhaha lainnya untuk turut serta melawan penjajah Belanda kala itu. Bahkan perjuangan Monia Latualinya, 180 tahun sebelum perlawanan Martha Christina Tiahahu dan tokoh lainnya di tahun 1817.

Setiati Surasto, perempuan pembela hak-hak buruh yang berasal dari Banyuwangi, yang aktif terlibat dalam Gabungan Serikat Buruh Sedunia bahkan menjadi drafter Perluasan Konvensi ILO No. 100 Tahun 1951 untuk persamaan upah dan anti diskriminasi.

Auw Tjoei Lan, yang berperan aktif dalam upaya untuk melindungi perempuan yang diperdagangkan, wujud dedikasinya tercermin dari didirikannya rumah panti asuhan pada 1913 untuk melindungi anak terlantar maupun perempuan korban perdagangan manusia.

Tamu Rambu Margaretha, bangsawan yang berasal dari Rakawatu, Kecamatan Lewa, Sumba Timur, yang berkiprah dalam upaya penyetaraan akses pendidikan bahkan kepada masyarakat dengan status sosial paling rendah di Sumba atau yang biasa disebut “Hamba”, mengingat ketimpangan relasi kuasa antara Tuan dan Hamba di Sumba sangat berdampak pada kesenjangan akses dan partisipasi termasuk di bidang pendidikan.

Boetet Satidjah, wanita yang berasal dari Tapanuli Selatan ini merupakan pendiri sekaligus redaktur dari Media Perempoean Bergerak pada tahun 1919 hingga 1920. Rubrik Khusus Beroending dalam Media Perempoean berani mendobrak patriarki.

Komnas Perempuan juga menggarisbawahi bahwa upaya pemajuan hak-hak perempuan tidak berhenti bahkan setelah kata merdeka, mengingat upaya penghapusan ketidakadilan masih harus terus diperjuangkan agar kemajuan hak-hak perempuan bukan hanya menjadi slogan semata.

Baca juga: Komnas Perempuan: Kebijakan DPR Masih Abai terhadap Perempuan

Editor: Paul M Nuh

  • adv
  • Komnas Perempuan
  • pahlawan perempuan
  • patriarki
  • sejarah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!